Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: KPK Harus Hati-hati, Jangan Main Tembak Saja

Kompas.com - 28/05/2015, 13:11 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi harus mulai berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kalahnya KPK dalam sidang praperadilan yang diajukan para tersangka, menurut Kalla, sebagai pelajaran bagi KPK agar lebih berhati-hati.

"Namanya pengadilan tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi itu juga positif, artinya positifnya KPK sekarang harus betul-betul hati-hati. Jangan seperti zaman dulu, main tembak saja kadang-kadang," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Ia menolak jika KPK dikatakan lebih tumpul taringnya setelah gagal mengusut kasus Komjen Budi Gunawan. Menurut Kalla, kekalahan KPK dalam praperadilan, termasuk praperadilan yang diajukan Budi Gunawan, sedianya menjadi pelajaran untuk lebih objektif. KPK juga dimintanya bekerja sesuai dengan koridor hukum.

"Agar KPK itu betul-betul objektif dan kerja sesuai hukum. Jadi selama ini KPK tidak ada yang mengawasinya. Jadi ternyata hukum juga bisa mengawasi pelaksanaan hukum yang lain," tutur Kalla.

Hingga saat ini, KPK sudah tiga kali kalah dalam praperadilan yang diajukan tersangkanya. Dalam sidang putusan gugatan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (26/5/2015) kemarin, hakim tunggal Haswandi memutuskan bahwa penetapan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.

Hakim menyatakan KPK telah melanggar prosedur dalam menetapkan seorang tersangka. Hadi ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang pada 21 April 2015, atau bertepatan saat KPK menerbitkan surat perintah penyidikan Nomor Sprindik-17/01/04/2014.

Sebelumnya, KPK kalah melawan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, dan Budi Gunawan. Terkait Ilham Arief, KPK dinilai hakim tidak mampu menunjukkan bukti penetapan tersangka yang cukup.

Sementara dalam praperadilan Budi Gunawan, KPK dinyatakan tidak berwenang menyidik kasus tersebut.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain sebelumnya menganggap perlu adanya regulasi yang bisa memberikan batasan bagi para hakim dalam membuat putusan pada sidang praperadilan. Hal tersebut, kata dia, agar tidak ada perbedaan dan multitafsir pada masing-masing putusan hakim yang berbeda.

Zulkarnain mengatakan, hakim secara personal pun dapat memaknai KUHAP dan undang-undang lainnya dengan berbeda-beda. Terkadang, lanjut dia, hakim bisa mengartikannya secara parsial dan subjektif sehingga membuat putusan yang dikeluarkannya berbeda dengan putusan hakim lainnya.

"Masalahnya person yang membaca dan memahaminya bisa beda-beda, sempit, parsial, bisa juga subjektifitas, dan lain-lain," kata Zulkarnain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com