JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyesalkan sikap pemerintah yang menolak usulan DPR mengenai revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Ke depannya, menurut dia, akan lebih baik jika DPR bisa membuat UU sendiri tanpa harus bekerja sama dengan pemerintah.
"Ke depan saya inginnya presiden jangan membuat UU. Menurut saya ini problem demokrasi kita. Harusnya (pemerintah) tidak lagi buat UU. Yang buat DPR saja," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2015).
Fahri menyadari, untuk merubah sistem ini tidaklah mudah. Harus dilakukan amandemen kelima terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Namun, dia meyakini suatu saat nanti sistem baru ini akan terwujud.
"Ini sebenarnya kacau. Ini Harus ditarik suatu hari," ucapnya.
Fahri mengatakan, saat ini niat DPR untuk merevisi UU Pilkada tidak akan surut karena penolakan pemerintah. Sebab, penolakan tersebut belum bersifat resmi. DPR akan tetap mengusulkan revisi ini dan menunggu jawaban pemerintah di badan legislasi.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno mengungkapkan, Presiden Joko Widodo sudah bersikap terkait usulan pimpinan DPR. Presiden menyatakan menolak usulan itu.
"Kemarin presiden sudah menyatakan menolak revisi. Jadi akan tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015," ucap Tedjo di Istana Kepresidenan, Selasa (19/5/2015).
Persoalan revisi UU Pilkada ini bermula dari keputusan Komisi Pemilihan Umum telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.
Pada rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin (4/5/2015) lalu, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu.
Akhirnya, DPR berupaya untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.