Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan TKI dari Hukuman Mati Dinilai Tak Bisa Gunakan Cara Tony Abbott

Kompas.com - 05/05/2015, 22:37 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasubdit Repatriasi Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, M Aji Surya, mengatakan, pemerintah tak bisa melakukan penekanan seperti yang dilakukan Perdana Menteri Australia Tony Abbott terhadap negara-negara sahabat untuk membebaskan warganya yang terancam hukuman mati. Menurut dia, cara paling ampuh untuk membebaskan terpidana mati ialah dengan menggunakan pendekatan soft power atau diplomasi.

"Menekan Pemerintah Saudi tidak seperti itu. Menekan Saudi dengan cara diplomasi silent," kata Aji saat diskusi bertajuk "Perlindungan Hukum terhadap TKI di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati" di Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Aji menuturkan, sebagai negara yang memberikan nafkah kepada TKI, Arab Saudi merasa lebih memiliki kekuasaan yang besar daripada Indonesia. Jika ada tindakan yang dianggap dapat memalukan mereka, seperti memberikan tekanan di mata internasional, hal tersebut dikhawatirkan justru akan memperburuk hubungan diplomatik serta mempercepat jalannya eksekusi.

"Kenyataannya yang dieksekusi baru empat orang dari sekian ratus orang. Saya tidak mengatakan itu sebagai sebuah keberhasilan, tetapi paling tidak seperti di Malaysia belum ada yang dieksekusi sampai sekarang," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri per 31 Maret 2015, jumlah WNI yang terancam hukuman mati sebanyak 227 orang. Dari jumlah tersebut, 168 kasus di antaranya berada di Malaysia, 36 kasus di Arab Saudi, 15 kasus di Republik Rakyat Tiongkok, 4 kasus di Singapura, 2 kasus di Laos, dan masing-masing 1 kasus di Amerika Serikat dan Vietnam.

Sementara itu, jumlah WNI yang terlepas dari ancaman hukuman mati sebanyak 238 orang. Dari jumlah tersebut, 140 kasus di antaranya terdapat di Malaysia, 54 kasus di Arab Saudi, 37 kasus di Republik Rakyat Tiongkok, 3 kasus di Iran, 2 kasus di Singapura, dan masing-masing 1 kasus di Brunei dan Thailand.

Lebih jauh, ia menuturkan, sejak masa pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo, sudah ratusan surat permohonan maaf yang ditandatangani presiden untuk meminta pengampunan kepada kepala negara sahabat yang akan mengeksekusi WNI.

"Presiden Jokowi kirim surat, tetapi tidak dipublikasikan karena itu merupakan pendekatan antar-bangsa. Pak SBY juga sangat banyak. Begitu dibutuhkan, mereka mau tanda tangan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com