Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadi Poernomo Berencana Ajukan Kembali Praperadilan

Kompas.com - 05/05/2015, 20:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo kembali mengajukan praperadilan dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

"Ada rencananya beliau (mengajukan praperadilan). Tapi beliau akan maju sendiri untuk praperadilan ini," kata pengacara Hadi, Maqdir Ismail melalui pesan singkat saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/5/2015).

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

Sebelumnya Hadi pernah mengajukan praperadilan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK namun saat jatah sidang perdana praperadilan pada 13 April 2015, Hadi juga yang membatalkan gugatan praperadilan tersebut.

Maqdir mengaku belum mengetahui materi permohonan praperadilan.

"Saya belum tahu apa saja yang akan menjadi materi permohonan praperadilan," tambah Maqdir.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, materi praperadilan adalah sama dengan praperadilan sebelumnya ditambah peluru putusan MK.

Pada 28 April 2015, MK mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan. Mahkamah menambah penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan.

Sedangkan dalam pemeriksaan kali ini, Hadi juga tidak ditahan.

"Penyidik merasa belum perlu untuk menahan HP. Berarti masih akan ada pemeriksaan-pemeriksaan lagi untuk tersangka dan sejumlah saksi untuk pengembangan penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa.

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014 ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004.

KPK menemukan kesamaan modus yang dilakukan Hadi Poernomo yaitu menyalahgunakan kewenangan dengan bersembunyi di balik kebijakan pajak saat menjabat sebagai Dirjen Pajak dengan tindakan mantan Deputi Gubernur BI bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya yang melakukan penyalahgunaaan kewenangan sebagai Deputi Gubernur BI di balik kebijakan perbankan.

Hadi sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004 diduga menyalahgunakan kewenangan dengan bersembunyi di balik kebijakan pajak yaitu mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu.

Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar bahkan potensi kerugian negara dapat mencapai Rp1 triliun sehingga sudah dapat dikategorikan memenuhi unsur pidana yang disangkakan.

KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com