Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos Sentul City: Saya Terpaksa Mengaku karena Takut Dihukum Berat

Kompas.com - 04/05/2015, 16:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Direktur Sentul City Kwee Cahyadi Kumala tidak mengakui isi berita acara pemeriksaan saat dikonfrontasi oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Cahyadi mengaku, saat pemeriksaan, ia terpaksa menyatakan hal yang tidak sesuai dengan yang terjadi karena takut dihukum berat.

"Saya dipengaruhi kawan-kawan yang ditahan agar saya kooperatif saja. Karena saya takut dihukum berat, saya ngaku Yang Mulia," ujar Cahyadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/5/2015).

Cahyadi mengatakan, ia tetap mengaku meskipun merasa tidak pernah memerintah anak buahnya di PT Bukit Jonggol Asri, Yohan Yap, untuk memberikan uang sebesar Rp 4 miliar kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. Menurut Cahyadi, ia hanya memerintahkan anak buahnya, Rossely Tjung, untuk memberikan uang tersebut ke Yohan tanpa menyebutkan maksud pemberian uang.

Dalam surat dakwaan, uang tersebut kemudian diserahkan kepada Rachmat terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Bogor.

"Walaupun saya tidak memerintahkan itu, saya diarahkan kawan-kawan ke arah yang tidak benar," kata Cahyadi.

Menurut Cahyadi, kalau ia tidak mau mengaku kepada penyidik bahwa telah menyuap Rachmat, hukuman untuknya akan diperberat dalam persidangan. Oleh karena itu, ia memilih terpaksa mengaku agar dianggap kooperatif dalam penyidikan. (Baca: Anak Buahnya Ditangkap KPK, Bos Sentul City Mengaku Ketakutan)

"Apakah terdakwa merasa bersalah dengan perbuatan terdakwa?" tanya hakim.

"Kalau hubungan saya dengan Yohan memang sangat dekat. Tapi, kalau ternyata uang tersebut dianggap dikasih Yohan ke Bupati (Rachmat), saya terima (bersalah), Yang Mulia," kata Cahyadi.

Dalam surat dakwaan, pada 30 Januari 2014, Cahyadi memerintahkan Yohan yang saat itu belum diciduk KPK untuk menyerahkan cek senilai Rp 5 miliar kepada Rachmat Yasin. Uang tersebut diberikan Cahyadi terkait alih fungsi hutan di Bogor menjadi kawasan komersial.

"Yohan, you kasih ke Bapak Rachmat Yasin biar cepat selesai izinnya," ujar jaksa, menirukan ucapan Cahyadi seperti tertuang dalam BAP.

Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Rachmat. Baru pada 29 April 2014, Rachmat menerbitkan surat rekomendasi itu. Setelah Yohan ditangkap, Cahyadi memerintahkan para anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro, untuk mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA yang diajukan ke Rachmat.

Cahyadi melakukan hal tersebut agar dokumen-dokumen itu tidak disita oleh penyidik KPK. Kemudian, pada 11 Mei 2014, Cahyadi menggelar pertemuan di rumahnya dengan sejumlah anak buahnya, Komisaris PT Briliant Perdana Sakti Ko Yohanes Heriko, Direktur PT BPS Suwito, dan sejumlah pihak lainnya.

"Pertemuan itu membahas penangkapan Yohan Yap oleh KPK dan uang yang diberikan Yohan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin," kata jaksa.

Cahyadi juga disebut mengarahkan anak buahnya, Rosselly, untuk memberikan keterangan tidak benar saat diminta bersaksi oleh penyidik KPK dalam kasus Yohan. Rosselly diberikan arahan agar pada saat bersaksi tidak menyebutkan keterlibatan Cahyadi dan memberi keterangan bahwa PT BPS adalah milik Haryadi Kumala, adik Cahyadi.

Begitu pula dengan pemeriksaan saksi lainnya, Cahyadi meminta untuk tidak menyeret namanya dalam kesaksian. Ia meminta kepada saksi untuk melibatkan Haryadi sebagai penanggung jawab PT BPS yang sebenarnya merupakan milik Cahyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com