JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Ketua nonaktif KPK, Bambang Widjojanto, Saor Siagian, membenarkan bahwa penyidik Bareskrim Polri awalnya akan menahan Bambang. Penyidik sudah menyodorkan surat penahanan untuk ditandatangani oleh kliennya.
"Kami berterima kasih kepada penyidik, (surat penahanan) sempat diserahkan untuk ditandatangani. Akan tetapi, kami tidak tahu kenapa penyidik menarik lagi, tidak jadi ditahan," ujar Saor di depan gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Saor mempertanyakan mengapa penahanan tidak jadi dilakukan. Pertanyaan itu bukan karena Saor ingin kliennya ditahan. Namun, ia menduga ada unsur politis terkait perubahan keputusan penyidik itu. Pihaknya menyayangkan jika benar ada unsur politis seperti itu.
"Kalau wartawan mau klarifikasi terkait hal itu, jangan ke kami, tetapi ke Kadiv Humas Polri (Irjen Anton Charliyan) saja," ujar Saor.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak awalnya menyebut kepada kepada Kompas.com bahwa penyidik memutuskan untuk menahan Bambang. Penyidik akan menahan Bambang di Rumah Tahanan Mako Brimob, Depok. (Baca: Polri Tahan Bambang Widjojanto)
Namun, belakangan, penahanan itu dibatalkan dengan alasan bahwa Bambang bersikap kooperatif. (Baca: Anggap Kooperatif, Polri Batal Tahan Bambang Widjojanto)
Kasus Bambang diawali dengan laporan Sugianto Sabran pada 19 Januari 2015 ke Bareskrim Polri. Sugianto melaporkan Bambang atas tuduhan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010.
Kala itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar. Ujang bersengketa soal kasus Pilkada Kotawaringin Barat dengan Sugianto. Putusan hakim adalah memenangkan Ujang Iskandar, klien Bambang, sebagai pemenang pilkada yang sah.
Dalam laporannya kepada Bareskrim Polri, Sugianto juga menyebutkan bahwa Bambang dan Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, sempat semobil sewaktu perkara tersebut masuk persidangan. Sugianto menduga, Bambang memengaruhi Akil untuk memenangkan klien Bambang.
Satu hari setelah laporan itu, penyidik meningkatkan status perkara Bambang dari penyelidikan menjadi penyidikan. Bambang lalu ditangkap pada 23 Januari 2015 seusai mengantarkan anaknya ke sekolah di bilangan Depok, Jawa Barat.
Selain Bambang, polisi juga menahan rekannya, Zulfahmi. Polisi menganggapnya berperan mencari saksi hingga ke kampung-kampung, membantu Bambang menginstruksikan saksi untuk memberikan keterangan di luar fakta.
Zulfahmi juga disebut berperan membagi-bagikan uang kepada saksi yang telah berbohong dalam persidangan.
Keduanya dikenakan pasal yang sama, yakni Pasal 242 ayat (1) KUHP tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP juncto Pasal 55 ayat (2) kedua KUHP tentang Penyertaan dalam Tindak Pidana juncto Pasal 56 KUHP tentang Dipidana sebagai Pembantu Kejahatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.