JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo, Jonas M Sihaloho mengaku kecewa dengan putusan Hakim Riyadi Sunindyo yang tidak mengabulkan permohonan praperadilan kliennya. Menurut dia, banyak fakta persidangan yang tidak dimasukkan hakim dalam pertimbangan pengambilan keputusan.
"Kita di sini ingin mencari kebenaran dan keadilan tapi kita tidak mendapatkan hal itu," kata Jonas saat dijumpai usai sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2015).
Jonas mengatakan, dalam sidang pada 8 April lalu, Direktur PT Soegih Interjaya, Muhammad Syakir mengaku telah merekayasa isi surat elektronik yang dikirimkan perusahaannya kepada Innospec. Menurut Syakir, hal itu dilakukannya karena khawatir Innospec akan memutus kontrak dengan PT Soegih Interjaya dalam pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005.
Selain itu, Syakir meyakinkan Innospec bahwa jika Pertamina kehabisan stok TEL, maka akan menggunakan HOMC sebagai alternatif dan dapat merugikan Innospec. Syakir juga "menjual" nama Suroso agar dipercaya oleh direksi Innospec dengan menggunakan identitas Suroso berupa salinan paspor dan memalsukan tandatangan.
Rekening yang dibuka Syakir bernomor 352-900-970-2 milik Suroso dan menerima uang dari The Associated Octel melalui Willy sejumlah 190.000 dollar AS. Kemudian, pada 11 September 2008, uang tersebut dipindahkan ke rekening Suroso yang lain di UOB Singapura A/C Nomor 380-009-405.
"Fakta persidangan jelas, tapi keterangan saksi tidak dipertimbangkan. Keterangan Muhammad Syakir jelas itu tidak dilaksanakan Suroso," kata dia.
Lebih jauh, Jonas menyinggung soal keterangan mantan penyidik KPK, AKBP Adri Efendi. Dalam kesaksiannya, Adri mengaku, alat bukti yang dijadikan dasar penyidikan dan penetapan tersangka kasus tersebut janggal.
Menurut dia, tidak ditemukan bukti bahwa Suroso menerima suap dari pihak lain. Keterangan sejumlah saksi yang diperiksa KPK pun tidak memberatkan bukti Suroso menerima suap.
"Tapi bagaimanapun juga kita hormati putusan itu. Dan sesuai dengan hukum acara, putusan ini bersifat final and binding. Kita akan berjuang di pengadilan selanjutnya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.