Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditanya soal Saran KPK terhadap Sistem "Payment Gateway", Ini Jawaban Denny Indrayana

Kompas.com - 02/04/2015, 22:57 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengakui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang pernah memberikan catatan terkait sistem payment gateway atau pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

Ia mengatakan, ada rapat koordinasi dengan beberapa lembaga seperti KPK dan Ombudsman RI terkait sistem tersebut.

"Rapat koordinasi dengan KPK, Ombudsman? Ya itu sebelum (proyek dimulai), tanggal 9 Juni 2014," jawab Denny singkat, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/4/2015) malam. 

Selanjutnya, Denny tak bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan. Ia memilih menjawab singkat, "Terima kasih."

Sebelumnya, Polri menyatakan, KPK pernah memberikan catatan berupa saran agar Denny berkoordinasi langsung dengan Kementerian Keuangan dan lebih memperkuat dasar hukum pelaksanaan pembayaran pembuatan paspor secara elektronik itu. Saran dari KPK disampaikan langsung saat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menggelar rapat koordinasi tahun 2014 lalu.

Dalam rapat itu, kata Denny, turut hadir pihak KPK, Bank Indonesia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Denny mengaku, dalam rapat itu, KPK mendukung pelaksanaan sistem payment gateway sebagai salah satu bentuk inovasi. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut apakah Kemenkumham melaksanakan saran tersebut atau tidak.

Dia menyebutkan, hal itu merupakan ranah penyidikan sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Kasus payment gateway berawal dari informasi internal Kemenkumham.

Berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi, Denny diduga menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasikan sistem payment gateway. Vendor itu membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari, kemudian baru ditransfer ke kas negara. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com