"Mencegah ISIS tidak cukup menggunakan Detasemen 88. Presiden perlu secara resmi mengajak ormas dan lembaga Islam untuk menangkal paham radikal berkembang di Indonesia," kata Azyumardi, di Jakarta, Rabu (18/3/2015).
Azyumardi mengatakan, banyaknya lembaga dan organisasi masyarakat keagamaan di Indonesia sebenarnya menjadi benteng bagi umat Muslim untuk terhindar dari penyebaran paham-paham radikalisme. Ia menyebutkan, lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah, sebenarnya memiliki peran penting dalam memperkuat keyakinan umat Muslim di Indonesia.
Azyumardi pun membandingkan kondisi umat Muslim di Indonesia dengan di Eropa. Ia menilai, umat Muslim di Eropa lebih mudah bergabung dengan ISIS karena cenderung individualis dan tidak terintegrasi dengan masyarakat lokal. Hal ini berbeda dengan umat Muslim di Indonesia yang lebih terintegrasi dengan lembaga-lembaga keagamaan.
"Umat Islam di negara-negara Eropa tidak terintegrasi dengan masyarakat lokal. Mereka cenderung individualis. Hal itu membuat daya tarik ISIS semakin besar di sana," ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Data pemerintah yang menyebutkan sekitar 500 warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS, dinilai Azyumardi, masih kecil dibandingkan jumlah Muslim di Indonesia. Ia mengatakan, di Eropa, dari sekitar 7-8 juta umat Muslim, tercatat sekitar 6000 orang yang sudah bergabung dengan ISIS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.