Tak hanya itu, Hatta juga menjadi kader PAN pertama yang diusung menjadi calon wakil presiden. Namun, prestasi itu tak lantas membuat Hatta ingin kembali memimpin PAN.
Awalnya, Hatta tak berpikir untuk maju lagi dalam bursa pemilihan ketua umum pada Kongres IV di Nusa Dua, Bali. Namun, setelah menimbang berbagai hal, Hatta memutuskan ikut bertarung dalam pesta demokrasi partai pada kongres yang digelar 28 Februari-2 Maret 2015 itu. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Hatta di rumahnya di bilangan Fatmawati, Jakarta, Selasa (24/2) malam.
Apa alasan mencalonkan diri lagi menjadi Ketua Umum PAN?
Sejak awal kawan-kawan daerah sudah meminta saya untuk maju kembali karena baru pada pemilu kali ini PAN mengalami titik balik, perolehan pemilu naik hingga 53 persen. Namun (saat itu), saya mengatakan tidak, saya tidak akan maju lagi. Saya katakan, silakan Pak Zul (Zulkifli Hasan) menjadi ketua umum dan saya di MPP (Majelis Pertimbangan Pusat).
Lalu, dari mana akhirnya keputusan maju lagi?
(Berdasarkan) Pertemuan sembilan tokoh PAN pada 27 November dan rapat harian setelah itu, Pak Amien (Ketua MPP PAN Amien Rais) justru mempersilakan saya maju. Karena keputusan sembilan tokoh PAN menyebutkan, didorong sebuah kompetisi yang sehat.
Saat itu saya tidak menjawab, agak shocked, bingung. Mengingat, ini di luar dua alternatif yang sebelumnya disodorkan Pak Amien, yakni continuing (menjadi ketua umum untuk periode kedua) atau changing (pergantian). Sementara teman-teman banyak yang mendorong. Dalam kebingungan itu, pada 8 Desember, saya berangkat umrah. Pulang umrah saya putuskan, bismillah saya maju.
Selain dorongan teman-teman, alasan saya maju lagi, tiada lain ingin mendedikasikan waktu saya untuk membesarkan partai, menyumbangkan pikiran dan tenaga saya untuk membesarkan partai. Sebab, saya meyakini, melalui partai ini saya bisa memberikan arti yang besar bagi bangsa dan negara.
Masalah pribadi buat saya sudah selesai, tidak ada. Saya ingin membangun kader, mencetak kader lebih baik, membesarkan partai, banyak sekali anak muda yang direkrut. Mengapa? Karena saya ingin partai ini menjadi partai terbuka, modern. Menjadi partai tengah, yakni partai nasionalis, partai kebangsaan, partai religius. Apa pun agamanya, yang penting dia religius.
Jadi benar, Anda pernah meminta Pak Zul menjadi ketua umum dan Anda Ketua MPP?
Betul, betul. Tetapi, rupanya itu tidak terkomunikasikan baik dengan Pak Amien. Kalau itu terkomunikasikan baik, ketika saya bertemu Pak Amien pada 27 November, pasti jawabannya, "Pak Hatta bagaimana kalau Ketua MPP?" Dan, dengan senang hati saya terima karena memang itu target saya. Tetapi, justru diadakan pertemuan 9 tokoh partai yang memutuskan itu (kompetisi secara demokratis).
Secara tersirat, Pak Amien ingin Anda mundur. Bagaimana?
Setelah saya memutuskan maju, muncul istilah PAN tidak punya tradisi ketua umum dua periode. Padahal, saya sendiri diminta maju di rapat harian. Sebenarnya sejak awal saya ingin di MPP.
Baru setelah rakernas (rapat kerja nasional) 7 Januari, Pak Amien mengatakan agar saya menjadi Ketua MPP. Tetapi, saat itu, saya sudah memutuskan maju sehingga saya tak bisa memutuskan sendiri. Saya bertanya kepada para pendukung. Saya katakan kepada teman-teman, bagaimana kalau saya Ketua MPP, Pak Zul ketua umum karena menurut saya itu bagus. Tetapi, ada yang menangis, ada yang emosi, segala macam. Saya putuskan tetap maju demi keutuhan partai.