JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, KPK tidak akan tinggal diam menghadapi putusan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Ia mengatakan, KPK melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi setelah hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan Budi.
"Apakah KPK diam saja dengan proses praperadilan? Kan tidak juga. Kami mengirimkan surat ke Mahkamah Agung, kami juga mengupayakan yang disebut dengan kasasi," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Diketahui, permohonan kasasi yang diajukan KPK kepada MA melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditolak. Menanggapi hal ini, Johan mengaku KPK belum menentukan upaya hukum selanjutnya.
"Ini sedang kita bahas di internal, baik antarpimpinan KPK maupun dari pihak struktural. Langkah apa yang kami akan tempuh," kata Johan.
Sementara itu, Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan bahwa KPK telah berdiskusi dengan Polri dan kejaksaan mengenai langkah yang akan diambil menyikapi putusan praperadilan. Namun, pertemuan pimpinan KPK dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti dan Jaksa Agung HM Prasetyo itu belum membuahkan satu keputusan.
"Masih akan teknis lagi bicara. Saya masih belum bisa menghubungkan karena keinginan saya A, keinginan beliau-beliau B. Tapi, yang jelas ini masalah yang saya bicarakan," kata Ruki.
Sebelumnya, Ruki menyatakan bahwa KPK tidak akan ngotot mengajukan peninjauan kembali ke MA jika hal tersebut tidak dapat dilakukan. "Ketika kasasi ditolak, apalagi yang mesti kami lakukan? Kalau dimungkinkan PK, kami PK, kalau tidak, jangan ngeyel. Semua sudah ada aturan," kata Ruki di Istana Kepresidenan.
Mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean berpendapat, KPK saat ini berada di posisi yang dilematis. Sebab, dua opsi yang bisa diambil untuk menyikapi keputusan praperadilan Budi Gunawan terbentur dengan norma-norma hukum yang ada.
Apabila dua opsi itu gagal dilakukan, Tumpak menilai KPK bisa saja membuat penyidikan baru atau melimpahkan kasus Budi Gunawan ke kejaksaan. Opsi PK yang masih tersisa, kata Tumpak, secara administratif tidak bisa dilakukan. Sebab, di dalam KUHAP, permohonan PK hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
Aturan ini terdapat dalam Pasal 262 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang kemudian dipertegas dalam Surat Edaran MA Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.