Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar Hukum Unpad: KPK Harus Jelaskan Perkara Setelah Penetapan Tersangka

Kompas.com - 11/02/2015, 15:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Guru besar fakultas hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Romli Atmasasmita mengatakan bahwa KPK harus menjelaskan latar belakang segala keputusan hukumnya. Romli menyebutkan bahwa KPK menganut beragam asas, salah satunya asas keterbukaan. Oleh sebab itu, segala keputusan hukum yang diambil institusi KPK haruslah disertai dengan penjelasannya, termasuk penetapan seseorang menjadi tersangka.

"Asas keterbukaan itu adalah bagian dari asas pertanggungjawaban kepada publik. Nah, asas itu harus diiringi asas akuntablitas dulu," ujar Romli saat sidang praperadilan Budi Gunawan melawan KPK, PN Jakarta Selatan pada Selasa (11/2/2015).

"Artinya, proses hukumnya harus benar dulu, baru diungkapkan ke publik penjelasannya," lanjut Romli.

Pernyataan Romli itu merupakan jawaban pertanyaan salah seorang kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail. Maqdir bertanya, apakah institusi KPK mesti memberikan alasan dan penjelasan atas keputusan yang diambil.

"Apakah ketika satu kebijakan diambil, harus diumumkan pertimbangan-pertimbangannya?" tanya Maqdir.

Sebelumnya, salah satu poin dalil praperadilan pihak BG atas KPK yakni tidak jelasnya kasus tindak pidana korupsi yang menjerat BG. Pihak BG mengatakan dasar penetapan tersangka BG berdasarkan alat bukti berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Yang dipertanyakan pihak BG, dari mana dan bagaimana caranya KPK mendapatkan LHA itu. Sebab, menurut UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), aparat penegak hukum yang memiliki wewenang meminta dan menerima LHA dari PPATK adalah penyidik Polri dan Kejaksaan.

Lagipula, pihak BG mengatakan bahwa LHA yang diberitakan media masa menjadi dasar menjerat BG telah selesai diinvestigasi internal Polri. Dalam investigasi tersebut pun tidak ditemukan adanya tindak pidana pencucian uang sehingga kasus itu tidak diteruskan ke penyidikan.

"Pemohon (pihak BG) sama sekali tidak tahu menahu peristiwa yang disangkakan kepada pemohon oleh termohon (KPK) terkait peristiwa yang mana? Seperti apa kejadianya? Di mana dan kapan?" demikian tertulis dalam dalil praperadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com