Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tujuh Poin yang Perlu Direvisi di UU Pilkada dan UU Pemda

Kompas.com - 03/02/2015, 15:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi II Lukman Eddy mengatakan, setidaknya ada tujuh poin yang perlu direvisi di dalam UU Pilkada dan UU Pemda. Ketujuh poin itu disepakati dalam rapat panitia kerja Komisi II yang dilangsungkan, Senin (2/2/2015).

"Komisi II sepakat ada tujuh poin yang harus direvisi dalam UU Nomor 1 dan 2 Tahun 2015," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Selasa (3/2/2015).

Pertama, terkait pelaksanaan pilkada serentak. Di dalam UU yang baru disahkan, pelaksanaan pilkada nasional akan dilangsungkan pada tahun ini, dan pilkada serentak nasional pada 2020. Namun, dalam kesepakatan itu, pilkada serentak dijadwalkan akan dilangsungkan pada 2016, dan pada tahun 2027 untuk serentak nasional.

"Kami sudah simulasi usulan perppu sangat tidak mungkin untuk dilaksanakan, karena akan ada yang mengorbankan jabatan kepala daerah selama tiga tahun dan ini melanggar peraturan perundang-undangan," katanya.

Kedua, syarat untuk menjadi calon kepala daerah yaitu minimal 35 tahun untuk gubernur, dan 30 tahun untuk bupati/walikota. Sebelumnya, di perppu usia minimal yang diatur untuk gubernur yaitu 30 tahun, dan 25 tahun untuk bupati/walikota.

Ketiga, dari sisi pendidikan, syarat untuk jadi gubernur yaitu minimal sarjana strata satu dan diploma tiga untuk bupati/walikota. Sebelumnya, syarat minimal yaitu SMA untuk gubernur, bupati/walikota.

"Keempat, soal paket. Kita minta sepaket dengan catatan bisa paket satu orang kepala daerah, wakil bisa dua orang sesuai ketentuan jumlah penduduk," katanya.

Kelima, ia mengatakan, terkait uji publik, panja menilai hal itu harus tetap dilakukan sesuai perspektif perppu. Namun, pelaksanaan uji publik cukup dilakukan di tingkat parpol untuk mendorong institusi rekruitmen parpol.

Komisi Pemilihan Umum nantinya bisa dilibatkan dalam tataran sosialisasi. Ia menambahkan, terkait persoalan ambang batas kemenangan diturunkan menjadi 25 persen dari 30 persen.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pilkada cukup satu putaran. Sehingga, pemerintah dapat melakukan efisiensi dan penghematan biaya yang cukup besar. Selain itu, ia mengatakan, parpol atau gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon syarat minimum yaitu mengantongi 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen suara.

"Terakhir, soal sengketa. Karena fatwa MK enggak mau adili sengketa maka memutuskan seperti di perppu, pengadilan tinggi regional. Terbagi empat regional, sengketa nantinya diproses di pengadilan tinggi. Kalau tidak puas baru diajukan ke MA," ujarnya.

Lukman menambahkan, MA sebelumnya menyatakan bahwa pilkada bukanlah rezim pemilu, sehingga KPU daerah tidak bisa menyelenggarakan pilkada. Namun, panja akhirnya membuat jalan tengah dengan mengubah klausul UU untuk memberikan mandat kepada KPU daerah untuk menyelenggarkan pilkada.

"Kita berikan payung hukum bahwa UU memerintahkan KPU melaksanakan pilkada," katanya.

Lebih jauh, ia mengatakan, seluruh fraksi dalam panja kemarin sudah sepakat bahwa revisi atas UU ini akan menjadi inisiatif DPR. Dalam waktu dekat, panja akan berkonsultasi dengan pemerintah untuk menyamakan pendapat atas sejumlah perbedaan yang masih ada di dalam pembahasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com