JAKARTA, KOMPAS.com - Wajah demokrasi di Indonesia masih sangat ironi. Partai politik yang kerap menyuarakan pentingnya demokrasi, justru menjadi ikon instrumen politik yang paling tidak demokratis.
"Ironi kita adalah, di saat semua pihak berusaha untuk mewujudkan demokrasi itu, parpol justru tidak," kata peneliti Center Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte dalam diskusi bertajuk '100 Hari Jokowi, Masihkah Menjadi Petugas Partai?' di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (29/1/2015).
Philips mengatakan, dalam waktu dekat sejumlah partai politik akan menyelenggarakan pemilihan umum. Meski terjadi drama politik menjelang pemilihan, pada akhirnya ketua umum partai politik akan terpilih secara aklamasi.
"Menjelang April nanti partai ramai-ramai aklamasi. Kongres Demokrat, Kongres Gerindra dan Kongres PDI Perjuangan, semua aklamasi," katanya.
Menurut dia, ketiga partai yang akan menyelenggarakan pemilihan ketua umum itu bukanlah partai kecil. Masing-masing partai memiliki banyak kader potensial untuk menduduki posisi ketua umum. Namun, pimpinan parpol saat ini terkesan khawatir jika harus berkompetisi dengan kader muda, sehingga mereka berupaya sekuat tenaga agar dapat menang secara aklamasi.
Philips menambahkan, pemerintah di masa mendatang membutuhkan banyak tokoh muda untuk memimpin negara. Jika pimpinan parpol saat ini kembali memaksakan diri untuk memimpin partai mereka, dapat dipastikan Pemilu 2019 mendatang akan didominasi oleh peserta kalangan tua.
"Mega, SBY, Prabowo, umurnya sekarang sudah hampir 70 tahun. Lalu di 2019, orang-orang tua itu akan menentukan lagi nasib demokrasi kita," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.