Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kriminalisasi terhadap KPK Dinilai Upaya Meredam Penyelidikan SKL BLBI

Kompas.com - 25/01/2015, 15:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Penggagas Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Adhie M Massardi menduga kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi berkaitan dengan penyelidikan kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Penerbitan SKL BLBI ditandatangi oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai presiden.

"Saya melihat ini ada dugaan berhubungan dengan makin intesifnya KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, mengenai masalah SKL BLBI yang ditandatangani oleh Megawati," ujar Adhie dalam diskusi di Jakarta, Minggu (25/1/2015).

Adhie mengkaitkan dengan kasus penangkapan dua pimpinan KPK sebelumnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang diduga berkaitan dengan penanganan kasus Bank Century. Ia menganggap, upaya pelemahan KPK kali ini sama dengan kasus terdahulu.

"Ini mungkin ada hubungannya dengan skandal Bank Century. Ada kencenderungan bahwa KPK dikhawatirkan masuk ke Ibu Mega. Kita bisa bayangkan, kalau dipanggil kemudian jadi tersangka, Indonesia akan heboh luar biasa," kata Adhie.

Adhie menilai, ada yang menganggap pidana yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan pelaporan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja ke Bareskrim merupakan salah satu upaya untuk meredam penyelidikan SKL BLBI.

"Tentu saja ini harus dibuktikan karena itu pentingnya tim pencari fakta itu untuk ini. Sekarang kan rumornya justru PDI Perjuangan yang against (melawan) KPK menggunakan Istana dan polisi juga untuk menyerang KPK," ujar Adhie.

"Kalau cara ini diteruskan, menurut saya pemberantasan korupsi di Indonesia hanya tinggal menjadi legenda dan ini tidak benar," lanjut dia.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya mengatakan, pemeriksaan sejumlah pihak terkait penyelidikan BLBI oleh KPK masih akan terus berlanjut. Menurut Bambang, KPK masih banyak membutuhkan informasi untuk menyelesaikan penyelidikan itu.

"Pemeriksaan pemberi keterangan masih akan terus dilanjutkan. Karena setelah ekspos terakhir, dirasa perlu menambah informasi lain," ujar Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/1/2015).

KPK menduga ada masalah dalam proses penerbitan SKL kepada sejumlah obligor tersebut. SKL memberikan jaminan kepastian hukum kepada debitur yang dikategorikan telah menyelesaikan kewajiban dan tindakan hukum kepada debitur yang tak menyelesaikan kewajiban berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.

SKL ini dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, dengan Presiden pada saat itu adalah Megawati Soekarnoputri. (baca: KPK Masih Cari Pemberi Keterangan Lain dalam Penyelidikan SKL BLBI)

Penerbitan SKL ini lebih dikenal luas dengan kebijakan release and discharge berdasarkan instruksi presiden. Beberapa nama konglomerat ada dalam daftar penerima SKL BLBI, antara lain Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com