JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yakin bahwa eksekusi mati terhadap enam narapidana narkotika berimbas buruk terhadap penyelesaian kasus narkotika itu sendiri.
"Yang dihukum mati selama ini kebanyakan kurir. Kalau dihukum mati, itu menghilangkan informasi soal siapa bandar besarnya kan," ujar Haris di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015) siang.
Haris menyebut hukuman mati tidak efektif untuk memberantas peredaran narkotika. Bahkan, dia menganggapnya hanya sebagai "akal-akalan". "Oleh sebab itu, patut diduga bahwa eksekusi mati hanya akal-akalan untuk melindungi bandar besar narkoba itu sendiri," lanjutnya.
Pada dasarnya, lanjut Haris, Kontras memang menentang hukuman mati. Menurut Kontras, hukuman mati merupakan jalan pintas tidak tepat yang diambil pemerintahan Jokowi-JK tanpa memperbaiki persoalan sesungguhnya.
Kejahatan narkotika, lanjut Haris, berkaitan dengan banyak hal, mulai dari sistem hukum yang baik, integritas penegakan hukum yang korup, hingga penegakan hukum yang tebang pilih. Seharusnya, ujar Haris, persoalan inilah yang diperbaiki pemerintah.
"Jadi, omong kosong bahwa hukuman mati adalah efek jera bagi pelaku kejahatan narkoba itu sendiri," ujar Haris.
Ke depan, Kontras yakin bahwa hukuman mati yang dilakukan pemerintahan Jokowi terhadap enam napi narkotika tidak akan berimbas signifikan bagi penurunan kasus kejahatan narkotika itu sendiri. "Hukuman mati harusnya diganti dengan memperbaiki penegakan hukum di Indonesia," ujar Haris.
Diberitakan, Kejaksaan Agung telah menembak mati enam narapidana narkotika, Minggu 18 Januari 2015 kemarin. Satu napi warga negara Indonesia, sementara lima napi lain adalah warga negara asing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.