Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghulu yang Terima Upah Terancam Pidana Gratifikasi

Kompas.com - 14/01/2015, 15:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi Giri Suprapdiono mengingatkan para penghulu untuk tidak menerima uang tanda terima kasih dalam acara pernikahan. Menurut Giri, penghulu dan pihak pemberi upah atas pernikahan itu terancam pidana karena dianggap menerima dan memberi gratifikasi.

"Tidak boleh lagi ada alasannya penghulu menerima upah karena itu gratifikasi, bisa pidana," ujar Giri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/1/2015).

Giri menilai, gratifikasi yang diterima penghulu itu berpotensi suap karena uang diberikan terkait jabatannya. Pemerintah menetapkan pungutan biaya sebesar Rp 600.000 bagi pernikahan yang dilakukan di luar Kantor Urusan Agama (KUA). Dari uang tersebut, penghulu mendapatkan Rp 125.000 hingga Rp 500.000 untuk sekali pernikahan.

"Penghulu itu sudah dapat honor dan uang transport besar. Jadi kalau ada yang kasih ke penghulu, laporkan itu karena pidana," kata Giri.

Ketentuan gratifikasi tercantum dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, dan fasilitas lainnya terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait jabatannya. Ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Peraturan yang mengatur soal biaya nikah dan rujuk yang dilakukan di luar KUA tertuang di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Biaya Nikah dan Rujuk di Luar KUA Kecamatan yang ditandatangani Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin pada 13 Agustus 2014.

"Pada prinsipnya, menikah itu gratis. Namun, pencatatan nikah di luar KUA akan dikenai pungutan biaya Rp 600.000," ujar Lukman.

Biaya tersebut digunakan untuk biaya transportasi dan administrasi yang dikeluarkan penghulu untuk menikahkan calon pengantin. Besaran biaya ini sama di seluruh Tanah Air. Namun, Lukman mengatakan, biaya nikah dan rujuk itu tidak langsung diberikan kepada penghulu. Calon pengantin harus menyetorkan uang itu ke KUA kecamatan. Dari KUA kemudian disetorkan ke Kementerian Agama untuk dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNPB).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com