Oleh:
KOMPAS.com -
Di tengah ketidakpastian kabar kondisi keluarga korban hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501, banyak pihak terus terjaga dan mencari. Gelombang tinggi, hujan deras, dingin angin malam, dan pakaian yang terus basah seperti bukan masalah. Semua demi sebuah kepastian yang sangat berharga dan ditunggu-tunggu.

Pagi beranjak siang, Jumat (2/1/2015). Dua puluh enam menit sebelum pukul 08.00 adalah waktu pergantian jaga di KRI Bung Tomo-357. Kru kapal penjaga side scan sonar (SSS), peranti pengindera bawah air, masih setia bekerja meski telah bertugas sejak pukul 18.00, sehari sebelumnya.

Tak jauh dari sana, berbatas pintu buritan, air laut sesekali membasahi kaki petugas lain. Gelombang selalu tinggi, dari 2 meter hingga 4 meter sehingga air naik ke buritan kapal buatan Inggris tersebut.

Petugas itu bertugas menjaga kawat tembaga yang mengikat alat khusus yang diturunkan pada kedalaman Laut Jawa, sekitar 180 kilometer dari Teluk Kumai.

Kelelahan mereka terbayar. Layar laptop menunjukkan hasil penginderaan bawah laut. Sebuah obyek cukup besar terlihat jelas. Lebih besar dari beberapa obyek sebelumnya. Eureka!

Yang paling menggembirakan, obyek itu menyerupai ekor dari pesawat. Titik terang pencarian pesawat yang hilang enam hari terakhir pun mulai tampak.

Petugas dari Dinas Hidro Oseanografi TNI AL itu segera melapor ke anjungan. Kolonel Laut (P) Yayan Sofian, komandan KRI Bung Tomo-357, segera menindaklanjuti hal itu. ”Obyek memiliki panjang 7 meter. Bentuknya sangat mirip ekor pesawat,” kata Yayan.

Untuk lebih memastikan, sensor magnet dioperasikan pada obyek tersebut. Itu untuk mengetahui apakah benda tersebut memang terbuat dari besi atau hanya karang. ”Hasil yang kami dapat, obyek tersebut terbuat dari besi,” kata Yayan.

Temuan itu merupakan kabar besar dalam operasi pencarian pesawat AirAsia yang masih hilang di sekitar Laut Jawa. Pesawat yang membawa 162 penumpang dan awak itu belum ditemukan jejaknya selama lima hari pencarian.

Selain itu, dengan memakai alat yang sama, awak KRI Bung Tomo juga menemukan obyek serupa tabung. Obyek tersebut berukuran 5 meter di kedalaman 26 meter.

Mengangkat jenazah

Sejak dinyatakan hilang pada Minggu (28/12/2014), sejumlah temuan telah diperoleh tim KRI Bung Tomo. Selain barang-barang serpihan atau bagian pesawat, puluhan jenazah mengambang juga telah diangkat dari lautan. Namun, pengangkatan jenazah itu tidak semudah dibayangkan. Tim evakuasi harus menghadapi gelombang 3-4 meter.

Menggunakan sekoci atau kapal karet tentu tidaklah mudah. Pengambilan jenazah juga harus dilakukan hati-hati untuk mencegah hilangnya bagian yang bisa menjadi info sekunder ataupun primer pada tubuh korban.

Meski begitu, di tengah empasan gelombang dan angin kencang yang mencapai 27 knot, pengambilan jenazah tetap dilakukan. Kru berjibaku dengan alam melakukannya.

”Belum lagi jika hujan deras turun saat proses dilakukan. Jenazah sudah licin, bertambah licin lagi,” kata Letnan Satu Dimas Wahyu Bramasta, Kepala Tim SAR KRI Bung Tomo.

Kerja keras terlihat pada pengambilan tiga jenazah yang ditemukan bersisian. Ketiga jenazah tersebut masih duduk di kursi pesawat dengan sabuk pengaman yang masih terpasang.

Di bawah gerimis, tim evakuasi menarik tiga jenazah tersebut dengan sekuat tenaga. Tugas mereka bertambah karena harus mengangkat jenazah beserta kursinya. Meski begitu, pengangkatan jenazah tetap bisa dilakukan dengan baik.

Apa yang dilakukan kru KRI Bung Tomo adalah sebagian dari kerja keras dan panjang, baik oleh Basarnas, unsur TNI, bantuan asing, termasuk nelayan dan sukarelawan. Harapan mereka satu: mengabarkan kejelasan kepada keluarga korban yang masih terus menunggu.

baca juga:
Ini Kronologi Ditemukannya Dua Bagian Pesawat AirAsia QZ8501
Internasional Puji SAR Indonesia sebagai Tim Terbaik di Asia