Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Nasional Perempuan, Bekerja di Atas Bara

Kompas.com - 15/12/2014, 18:05 WIB


Oleh: Maria Hartiningsih

KOMPAS.com - Dana dan fasilitas terbatas bukan hambatan bagi Komisi Nasional Perempuan untuk menjalankan mandatnya secara optimal. Spektrum isu yang luas dan beragam terkait hak asasi manusia perempuan kian merebut ruang dalam diskursus publik empat tahun terakhir ini.

"Kerja Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan bisa menjadi kaca bagi lembaga HAM lain," ujar Sandra Moniaga, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2012-2017, menanggapi Laporan Pertangungjawaban Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Periode 2010-2014, di Jakarta, Kamis (11/12/2014).

Diskursus isu kekerasan terhadap perempuan kian merebut ruang, setidaknya terlihat dari jumlah pemberitaan. Antara tahun 2012 dan 2014, data menunjukkan 1.262 berita terkait Komnas Perempuan mengisi ruang di media massa.

Sandra sepakat dengan wakil komunitas keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu, Uchikowati, yang menilai Komnas Perempuan sebagai lembaga HAM terbaik dibandingkan lembaga HAM lainnya. Sandra juga memuji kerja positif Komnas Perempuan, antara lain, soal akuntabilitas publik, kualitas pelayanan, dan keberanian untuk berperan sebagai ’the guardian institution’ yang independen tanpa terbelenggu kekakuan sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Saat memapar laporan itu, Ketua Komnas Perempuan 2010-2014, Yunianti Chuzaifah, mengungkapkan, dana pemerintah untuk operasional lembaga itu besarnya Rp 10 miliar setahun—terkecil dibandingkan lembaga HAM lainnya—ditambah hibah dari lembaga donor.

Hak konstitusi

Meski masukan Komnas Perempuan sering memerahkan telinga pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Sekjen KPPPA Sri Danti Anwar menilai positif kerja Komnas Perempuan. Menurut Sri Danti, Komnas Perempuan selalu membantu KPPPA dalam konteks pengetahuan, data, dan strategi. Indikator parameter jender dari KPPPA, misalnya, mengadopsi 40 hak konstitusi warga negara yang diterbitkan Komnas Perempuan.

Mitra Komnas Perempuan juga menyatakan hal serupa. "Kami banyak belajar dari Komnas Perempuan," ujar Deden Sukendar dari Lembaga Penelitian Sosial Agama Sukabumi.

Saat mengawal isu kebebasan beragama di Sukabumi, pihaknya melawan konservatisme dengan pengetahuan terkait isu hak konstitusi warga negara sebagai hak asasi manusia. Dengan argumentasi itu, spanduk berisi larangan salah satu mazhab dalam Islam yang dipasang kelompok berpengaruh kuat di sana akhirnya diturunkan.

Deden menunjukkan, dari 365 kebijakan diskriminatif atas nama moral dan agama (data Komnas Perempuan sampai Agustus 2014), Jawa Barat di peringkat teratas dengan 90-an kebijakan.

Kebijakan

Komnas Perempuan adalah satu-satunya komisi nasional di dunia dengan mandat penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 191 Tahun 1998, Komnas Perempuan adalah ’putri sulung reformasi’; pengawal terdepan hak-hak asasi perempuan.

Komisi ini menggedor kesadaran publik tentang kekerasan berbasis jender dan kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender yang kerap luput dalam pembahasan isu pelanggaran HAM. Seperti diungkapkan Sri Danti Anwar, sampai hari ini Komnas Perempuan adalah lembaga dengan mandat khusus, terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan mendorong pemenuhan HAM perempuan. Presiden SBY meneguhkan posisi itu dan diharapkan Presiden Jokowi pun mengambil posisi yang sama.

Agar sejarah tak dikaburkan, lembaga itu mengeluarkan catatan setiap tahun dan menerbitkan hampir 200 judul buku—lima tahun terakhir sekitar 35 publikasi—minus newsletter yang sekitar 160.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com