Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Perppu Pilkada, Golkar Tidak Hormati Kedaulatan Rakyat

Kompas.com - 05/12/2014, 11:47 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan, jika Partai Golkar benar menolak peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pemilihan kepala daerah, hal itu sama saja tidak menghormati kedaulatan rakyat.

"Konstitusi menyatakan kedaulatan di tangan rakyat. Jadi, jika menolak perppu yang sesuai keinginan rakyat, maka Partai Golkar tidak menghormati kedaulatan rakyat," ujar Emrus kepada Kompas.com, Jumat (5/12/2014).

Menurut Emrus, jika Partai Golkar beralasan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota melalui DPRD dapat berlangsung secara demokratis, maka partai berlambang pohon beringin tersebut perlu memperhatikan keinginan rakyat, yang jelas-jelas ingin memilih sendiri calon pemimpinnya.

Emrus menilai, pernyataan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang menolak Perppu Pilkada hanya untuk melancarkan usaha Aburizal untuk terpilih kembali menjadi Ketua Umum Golkar.

"Itu jelas-jelas keputusan yang tidak memandang demokratisasi. Kalau kita bandingkan saja, pilkada langsung jelas adalah pengamalan demokrasi," kata Emrus. (Baca: Ini Isi Perppu Pilkada yang Dikeluarkan Presiden SBY)

Ia menambahkan, dampak sikap Aburizal itu, bukan tidak mungkin Golkar akan kembali menoreh prestasi buruk dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019. Emrus menilai, dengan terpilihnya kembali Aburizal sebagai ketua umum, serta penolakan terhadap perppu, maka elektabilitas partai akan menurun.

"Pemilu 2019 rakyat tidak akan memilih Golkar. Eksekutif di daerah boleh saja mereka menguasai, tapi cenderung ditinggalkan rakyat. Aburizal juga tidak menjual. Jika produknya kurang baik, tidak akan laku," ujar Emrus.

Aburizal sebelumnya meminta Fraksi Golkar di DPR menolak Perppu Pilkada. Menurut Aburizal, jika Perppu itu ditolak DPR, UU Pilkada dengan mekanisme lewat DPRD akan berlaku kembali. Hal ini, kata dia, sejalan dengan apa yang diperjuangkan Golkar bersama Koalisi Merah Putih (KMP). (Baca: Aburizal: Tolak Perppu Pilkada!)

Sebelum proses pemilihan ketua umum Golkar, beredar rekaman yang diduga pertemuan para pengurus Golkar. Suara yang terekam diduga pidato Ketua Steering Commitee Munas IX Golkar Nurdin Halid dalam pertemuan dengan DPD I di Nusa Dua, Bali, sehari sebelum munas dibuka pada Minggu (30/11/2014) malam.

Dalam rekaman sekitar 122 menit tersebut, salah satu topik yang dibicarakan ialah perihal pilkada. Disebutkan, kader Golkar, khususnya para ketua DPD I dan II, akan sulit menang dalam pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat. (Baca: Golkar Akui Sulit Menang jika Kepala Daerah Dipilih Langsung oleh Rakyat)

"Siapa yang diuntungkan kalau pilkada melalui DPRD? Yang paling diuntungkan adalah ketua-ketua (DPD) Golkar seluruh Indonesia," kata pria yang diduga Nurdin tersebut.

"Kalau mau jujur, ketua DPD Golkar tidak punya jaminan dicalonkan. Jadi, yang paling banyak diuntungkan ketua Golkar," katanya.

Ada dua alasan kenapa ketua DPD Golkar belum tentu dicalonkan sebagai kepala daerah. Pertama adalah minimnya elektabilitas, lalu kedua adalah kurangnya dana dan logistik untuk modal pemilu. (Baca: Aburizal Bantah Dukungan dari DPD Golkar Dibarter Perppu Pilkada)

"Tapi, kalau Koalisi Merah Putih solid, pertarungannya bisa lewat partai, bukan kepada sejuta rakyat. Begitu jadi ketua Golkar, sudah punya tiket untuk calon bupati, calon gubernur," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com