JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, M Romahurmuziy, mengaku tidak menerima surat panggilan sebagai saksi dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Pria yang akrab disapa Rommy ini sedianya akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau ke Kementerian Kehutanan dengan tersangka Gulat Medali Emas Manurung.
"Saya tidak menerima panggilan apa pun, bahkan sampai detik ini," ujar Rommy melalui pesan singkat, Jumat (28/11/2014).
Rommy memastikan akan memenuhi panggilan KPK apabila surat tersebut memang telah dikirim KPK dan diterimanya. Ia mengaku heran saat para pewarta mengonfirmasi kehadirannya sebab tidak merasa mendapat surat panggilan sebagai saksi dari KPK.
"Kalau memang ada panggilan saya terima sampai kemarin, pasti saya datang hari ini. Jadi, saya heran kalau diberitakan ada panggilan," kata Rommy.
Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan untuk Rommy pada 18 November 2014. Namun, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan itu tidak dapat memenuhi panggilan tersebut karena waktunya berbenturan dengan rapat paripurna di DPR RI sehingga ia meminta KPK menjadwal ulang pemeriksaannya.
"Panggilan untuk pemeriksaan Selasa pekan lalu, Senin sore memang dikirim ke rumah. Tapi, karena ada rapat yang sangat penting di DPR, saya minta dijadwalkan kembali," ujar dia.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha mengatakan, terjadi kesalahan dalam pencantuman jadwal pemeriksaan KPK. Ia menjelaskan, tidak ada jadwal pemeriksaan untuk Rommy hari ini. "Mohon maaf, ada kesalahan teknis dalam penjadwalan, tapi tetap akan dijadwalkan ulang," ujar Priharsa.
Saat masih menjadi anggota legislatif periode 2009-2014, Rommy menjabat sebagai Ketua Komisi IV. Komisi ini membidangi masalah pertanian, perkebunan, kehutanan, pangan, kelautan, dan perikanan. KPK menetapkan Annas dan Gulat sebagai tersangka setelah menangkap keduanya dalam operasi tangkap tangan di Perumahan Citra Grand, Cibubur, Kamis (25/9/2014). Mereka ditangkap bersama tujuh orang lain.
Gulat diduga memberikan uang kepada Annas terkait dengan pengurusan peralihan status hutan tanaman industri (HTI) seluas 140 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Gulat menginginkan agar kawasan HTI yang ditanami kelapa sawit tersebut dialihfungsikan menjadi area peruntukan lain (APL).
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta yang diduga diberikan Gulat kepada Annas. Jika dikonversi ke dalam rupiah, jumlahnya mencapai Rp 2 miliar. KPK juga mengamankan uang 30.000 dollar AS dalam operasi tangkap tangan yang sama. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Annas mengakui bahwa uang 30.000 dollar AS ini miliknya dan bukan pemberian Gulat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.