Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelayanan Publik Masih Buruk, Moratorium CPNS Dinilai Berisiko

Kompas.com - 12/11/2014, 06:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi tidak setuju dengan rencana pemerintah yang akan melakukan moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) selama lima tahun ke depan. Menurut dia, pelayanan publik di Indonesia masih buruk sehingga kurangnya PNS akan memengaruhi kualitas pelayanan.

"(Pelayanan) kita sudah di bawah standar minimal. Pelayanan publik akan sangat jelek, jadi di indonesia sangat besar risikonya melakukan moratorium selama lima tahun," ujar Sofian di Jakarta, Selasa (11/11/2014) malam.

Sofian mengatakan, di negara-negara maju, standar pelayanan pegawai negeri sekitar 84 PNS per 1000 penduduk. Sementara, untuk standar minimal pelayanan adalah 20 PNS per 1000 penduduk.

Kemampuan pelayanan Indonesia saat ini, kata Sofian, masih di bawah standar minimal, yaitu sekitar 19 PNS per 1000 penduduk.

"Jadi kalau misalnya dimoratorium selama lima tahun, kita hanya punya 10 PNS per 1000 penduduk. Jadi 1 PNS layani 100 penduduk," ujarnya.

Faktor lainnya yang memengaruhi buruknya kualitas pelayanan di Indonesia, menurut Sofian, yaitu distribusi pegawai negeri yang tidak merata di pusat-pusat pelayanan. Ia mengatakan, saat ini jumlah PNS masih terpusat di kantor kementerian sehingga pelayanan di bawahnya tidak terakomodir dengan efektif.

"Kemudian, mutu pegawai juga memengaruhi. Sejak diangkat sampai pensiun, tidak pernah di-training, gimana ngarep mutunya tinggi?" ujar dia.

Sofian menilai, sebaiknya pemerintah melakukan moratorium pada konversi tenaga honorer menjadi PNS. Menurut dia, kualitas tenaga honorer tidak setinggi kualitas PNS sehingga perlu dilakukan tes ulang untuk menyamakan standar kualitasnya.

"Kalau mereka mau masuk PNS harus tes PNS dulu, tidak bisa otomatis. Konversi otomatis itu yang harus dimoratorium, kecuali kualitas memenuhi ya tidak apa-apa," kata Sofian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com