Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantalan Sosial Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 04/11/2014, 23:05 WIB


Oleh: Subur Tjahjono

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo, Senin (3/11/2014), meluncurkan tiga jenis bantuan nontunai, yaitu Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Bagaimana memahami konteks besar "politik kartu" tersebut?

Pemerintah secara bertahap akan menyalurkan bantuan kepada 15,5 juta keluarga kurang mampu, sekitar 158.000 anak usia sekolah, dan 4,45 juta individu yang diwujudkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di 19 kabupaten/kota di sembilan provinsi.

Dalam jangka pendek, penyaluran KKS, KIP, dan KIS dapat dimaknai sebagai "bantalan sosial" kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang direncanakan sebelum 1 Januari 2015.

Pada masa krisis 1997-1998, di zaman pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid, nama bantalan sosial ini adalah Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namanya kompensasi kenaikan harga BBM berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Secara prinsip, mekanismenya sama, yaitu menyiapkan tambahan dana bagi masyarakat miskin yang terancam akan semakin miskin jika harga BBM naik. Jika harga BBM naik, inflasi akan meningkat sehingga nilai uang turun. Yang paling merasakan dampak inflasi adalah masyarakat miskin, karena nilai uangnya makin kecil, sedangkan harga kebutuhan pokok semakin naik.

Dampak lebih luas yang ingin dijaga pemerintah adalah angka kemiskinan, yang menurut Badan Pusat Statistik sebesar 11 persen dari jumlah penduduk, agar tidak bertambah lagi. Jika bertambah, tentu akan menyebabkan reputasi Indonesia sebagai negara yang masuk dalam 20 negara dengan ekonomi tumbuh baik menjadi pudar.

Data orang miskin penerima bantuan juga sama, yaitu berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, TNP2K melaksanakan program pengentasan orang dari kemiskinan, seperti Kartu Perlindungan Sosial, Bantuan Siswa Miskin, Bantuan Operasional Sekolah, Program Keluarga Harapan, Jaminan Kesehatan Nasional, dan Beras untuk Keluarga Miskin.

Walau secara prinsip sama, perbedaan tetap ada, terutama cara penyaluran dana. Berbagai masalah dalam penyaluran BLT menjadi pelajaran penting untuk tidak diulangi lagi. Masalah utama BLT antara lain penggunaan dana yang konsumtif dan penerima salah sasaran. Meski diperbaiki dengan sejumlah program pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masalah tetap muncul.

Uang elektronik

Kali ini, pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan mendorong penggunaan simpanan dalam bentuk Layanan Keuangan Digital (LKD) berupa uang elektronik. LKD merupakan sarana simpanan dan transaksi nontunai yang menggunakan nomor telepon seluler sebagai rekening tempat menyimpan dana.

Secara ringkas, dana disalurkan ke rekening penerima bantuan nontunai tersebut. BI dan perbankan membuat layanan rekening dengan telepon seluler berbasis kartu modul identifikasi pelanggan (subscriber identification module card/SIM card). Dengan cara ini tidak ada uang yang dibagikan tunai yang membuka peluang penggunaan tidak produktif.

Peluncuran KKS, KIP, dan KIS yang cepat dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo, yaitu 15 hari setelah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2014, patut dipuji sebagai langkah politik yang cerdik.

Seperti pada kenaikan harga BBM masa presiden sebelumnya, protes biasanya muncul menjelang pengumuman kenaikan harga BBM. Hal itu karena prosesnya bertele-tele menunggu perdebatan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Di luar DPR, unjuk rasa dari berbagai elemen juga berlangsung. Kompensasi kenaikan harga BBM diberikan setelah kenaikan harga BBM.

Kali ini, Presiden Joko Widodo melakukan secara terbalik. Ia "mengamankan" terlebih dahulu orang-orang yang terkena dampak langsung kenaikan harga BBM, yaitu orang-orang miskin. Bahkan, ia memberikan juga kepada orang yang masuk kategori hampir miskin. Protes dari kalangan miskin dan hampir miskin tersebut diharapkan dapat diminimalisasi.

Protes berikutnya yang mungkin muncul berasal dari kalangan menengah dan mahasiswa. Namun, protes mereka dapat dilawan argumentasinya karena orang yang terdampak langsung telah menerima kompensasi.

Dalam jangka panjang, sistem baru yang diterapkan pada KKS, KIP, dan KIS dapat menjadi model penyaluran nontunai dana bantuan pengentasan orang dari kemiskinan. Dengan demikian, segala macam penyelewengan dana dapat diminimalisasi. Sejalan dengan itu, upaya inklusi keuangan, agar semua lapisan masyarakat melek perbankan, perlu segera dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com