Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/11/2014, 15:47 WIB


KOMPAS.com - KETIDAKPUASAN terhadap kabinet baru bukan hanya dialami Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M Jusuf Kalla.

Sepuluh tahun lalu, dalam sambutan pelantikan dan pengambilan sumpah anggota Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 21 Oktober 2004, Presiden (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono terus terang mengungkapkan adanya kesangsian dan keraguan sebagian rakyat terhadap para menterinya.

”Bahkan, ada kesangsian terhadap Saudara (para menteri), termasuk terhadap saya dan Pak Jusuf Kalla, untuk dapat mengemban tugas yang tidak ringan ini,” katanya saat itu.

SBY, panggilan akrab Susilo Bambang Yudhoyono, waktu itu mengatakan, kesangsian dan keraguan itu bisa dijadikan pemicu dan tantangan bagi para menteri untuk bekerja lebih keras.

”Tidak perlu kesangsian dan keraguan rakyat terhadap kita dan saudara-saudara dijawab dengan kata-kata, tetapi jawablah dengan kerja dan karya nyata,” kata SBY.

Dalam putaran II pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung untuk pertama kalinya itu (2004), SBY-JK dipilih oleh lebih dari 69 juta rakyat atau sekitar 60 persen. Waktu itu SBY sepenuhnya sadar, dukungan rakyat dalam pemilihan presiden tidak menjadi penopang nyata pemerintahannya.

”Setelah pemilu selesai, mereka (massa pemilihnya) tidak lagi aktif dan punya peran nyata untuk memuluskan langkah saya dalam mengelola segala macam permasalahan dan tantangan yang jelas tidak ringan,” ujar SBY.

Unjuk rasa

Pelantikan kabinet Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri juga diiringi kecurigaan sebagian rakyat. Setelah pelantikan, para menteri kabinet baru berfoto bersama di tangga lobi Istana Merdeka. Sementara itu, ratusan pegawai negeri sipil dari dua departemen yang dihapus, yakni Departemen Sosial dan Departemen Penerangan, mengadakan unjuk rasa di depan Istana Merdeka.

Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur, dan Megawati menghampiri para pengunjuk rasa di pintu pagar halaman Istana Merdeka itu. Waktu itu pagar Istana masih pendek, tidak setinggi sekarang. Gus Dur berbincang-bincang dengan para pengunjuk rasa.

Sebelum foto bersama dengan para menteri, Gus Dur waktu itu juga mengakui keraguan dan kesangsian sebagian rakyat terhadap kabinetnya. ”Kabinet ini sekarang baru disorot oleh MPR dan masyarakat,” kata Gus Dur saat itu. Satu tahun kemudian, Gus Dur meninggalkan kursi kepresidenan di Istana.

Pengumuman dan pelantikan Kabinet Kerja yang dipimpin Jokowi tanggal 26 dan 27 Oktober 2014 juga diiringi aksi unjuk rasa yang memprotes beberapa nama menteri. Berbeda dengan Gus Dur, Jokowi tidak menemui para pengunjuk rasa.

Teriakan para pengunjuk rasa dengan pengeras suara yang bergema di antara beberapa gedung dan pepohonan yang dihuni banyak burung dan kelelawar atau kampret di kompleks Istana Kepresidenan dan lapangan Tugu Monas itu tidak dihiraukan oleh Jokowi dan para menterinya.

Jokowi sudah masuk Istana Kepresidenan yang dilingkari pagar besi yang tinggi. Selamat bekerja, bekerja, dan blusukan entah ke mana. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com