JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Agenda sidang yang dihadiri pemohon dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kali ini, adalah mendengar keterangan saksi ahli.
"Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, mengenai keterlibatan DPD dalam UU MD3 tidak juga diindahkan oleh DPR. Padahal itu demi kekuatan DPD, supaya tidak mengabaikan suara rakyat di daerah," ujar Ketua DPD Irman Gusman, seusai mengikuti sidang di MK, Selasa (4/11/2014).
Dalam sidang dengan nomor perkara teregistrasi 79/PUU-XII/2014, DPD dengan kuasa hukum Todung Mulya Lubis, mengajukan uji materi terhadap UU MD3, yang khususnya mengatur mengenai keterlibatan DPD dalam pembahsan undang-undang tersebut. Tidak dilibatkannya DPD dalam pembahasan UU MD3, dinilai sebagai pelecehan institusi negara.
Padahal, menurutnya, DPD adalah lembaga yang mempresentasikan pemerintah daerah. Nihmatul Huda, salah satu saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan tersebut mengatakan, DPD sebagai salah satu lembaga negara diberi kewenangan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 d ayat 1 dan 2.
Dalam pasal tersebut, DPD dapat mengelola otonomi daerah, serta memberikan pertimbangan. Kemudian, DPD juga memberikan pengawasan UU, dan membawa hasilnya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan.
"Kewenangan DPD setidaknya untuk kebutuhan akomodasi kepentingan masyarakat daerah, dan kebutuhan reformasi dalam rangka check and balances," kata Nihmatul.
Dian Simatupang, yang menjadi saksi ahli kedua mengatakan, diperlukan suatu legitimasi DPD. Menurut Dian, legitimasi berkaitan dengan keterpilihan anggota DPD terhadap masyarakat daerah yang telah memilih masing-masing perwakilannya.
Menurut dia, legitimasi berhubungan dengan kepercayaan dan kemanfaatan kepada publik. Ia menilai, ada upaya mengurangi kewenangan DPD demi kepentingan politis.
"Tidak akan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat terhadap anggota DPD, apabila ada upaya pembatasan dalam pembentukan UU," kata Dian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.