BANDUNG, KOMPAS.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin minta para pejabat di lingkungan kementerian yang dipimpinnya benar-benar memahami peraturan terbaru tentang pengelolaan keuangan negara.
"Karena itu pula pejabat Kementerian Agama harus mampu mengarahkan bawahannya untuk memahami peraturan terbaru itu," kata Lukman ketika membuka Rapat Pimpinan Eselon I Kementerian Agama di Bandung, Selasa (14/10/2014) malam, seperti dikutip Antara.
Ia menyebut naif jika temuan dan pelanggaran di bidang keuangan karena ketidakpahaman jajarannya terhadap sistem keuangan. Lukman juga mengingatkan para pemimpin harus menjadi contoh dalam komitmen pencegahan suap, korupsi, dan memantau perilaku aparatur di bawah kewenangannya.
"Hindari langkah kolusi dan perilaku koruptif dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran dari hulu sampai hilir," katanya.
Lukman menambahkan, hingga saat ini penilaian mandiri reformasi birokrasi atau PMRB telah selesai di lingkungan Kementerian Agama. Langkah selanjutnya, persiapan menuju remunerasi yang diharapkan terwujud pada akhir 2014.
Ia mengharapkan penetapan tunjangan kinerja dan kelas jabatan menciptakan iklim positif dan semangat kerja baru bagi seluruh jajaran kementerian itu.
Pada kesempatan itu, Lukman juga mengatakan, realisasi Anggaran Belanja Kementerian Agama Triwulan III tahun 2014 yang berada pada kisaran angka Rp 25.964.412.885.557 atau 50 persen dari anggaran Rp 51.724.074.985.134.
Capaian itu, katanya, 1,69 poin lebih rendah dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Triwulan III tahun 2013, yaitu 51,89 persen.
Jika dibandingkan dengan realisasi anggaran kementerian/lembaga lain, Kementerian Agama berada pada urutan 47 dari 86 kementerian/lembaga, atau di bawah rata-rata nasional, yaitu 54,73 persen.
"Saya ingatkan, meski begitu, penyerapan anggaran harus tetap memperhatikan kehati-hatian," katanya.
Alasan rendahnya penyerapan anggaran di Kementerian Agama tahun ini, akibat ketatnya aturan tentang penyaluran bantuan sosial (bansos).
Sejak keluarnya Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 81 tahun 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga, maka batasan pengalokasian anggaran belanja bantuan sosial semakin "rigid".
Pasalnya, kata dia, karena dibatasi hanya untuk penanggulangan risiko sosial, yakni peristiwa yang dapat menimbulkan potensi kerentanan sosial yang ditanggung individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
Kementerian Agama merekomendasikan seluruh alokasi bantuan sosial non-pendidikan pada kementerian tersebut ditangguhkan sampai diterbitkannya regulasi terkait.
Oleh karena itu, katanya, bantuan nonpendidikan yang ditangguhkan cukup besar, sehingga memengaruhi penyerapan anggaran.
Hingga saat ini, kata Lukman, kebijakan bansos belum mengakomodasi organisasi keagamaan dan fungsi-fungsi agama di tengah masyarakat di luar sektor pendidikan. Untuk itu, ia meminta segera diupayakan revisi akun bantuan sosial yang mengakomodasi bantuan di sektor keagamaan.
"Jika perlu membuat akun baru dalam standar akuntansi pemerintah," katanya.
Terkait dengan meningkatnya sorotan masyarakat terhadap peran dan fungsi Kementerian Agama, ia mengingatkan jajarannya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
"Termasuk dalam pengelolaan anggaran dan laporan keuangan, target pencapaian Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan wajib dicapai," kata Lukman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.