Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Artidjo Alkostar "Identik" dengan Vonis Berat Kasasi?

Kompas.com - 22/09/2014, 06:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar, belakangan dikenal luas dengan vonis berat kasasi dalam beragam kasus. Sebut saja kasus Angelina Sondakh, Luthfi Hasan Ishaaq, Djoko Susilo, dan Labora Sitorus.

Kompas.com mendapat kesempatan melakukan wawancara khusus dengan Artidjo, Kamis (18/9/2014), selama hampir dua jam. Ditemui di ruang kerjanya, Artidjo bertutur banyak hal, dari soal prinsipnya dalam membuat putusan perkara hingga kehidupan keseharian, yang akan kami turunkan dalam tulisan berseri.

Bapak keras sekali kalau menjatuhkan vonis kasasi?

Tidak, saya (membuat putusan) sesuai hukum. Hakim itu memeriksa berdasarkan surat dakwaan, bukan (berdasarkan) tuntutan. Kan banyak yang bilang ga dituntut kok dihukum. Hakim itu (membuat putusan) berdasarkan surat dakwaan.

Ada latar belakang di kehidupan pribadi yang melatari semangat menjatuhkan vonis kasasi?

Tidak juga. Saya biasa-biasa saja. Tentu pengalaman saya sebagai pengacara berpengaruh, terutama saya dulu kan habiskan di LBH (lembaga bantuan hukum), sebelum saya buka  kantor sendiri. Pengacara LBHlah saya ini, (di kasus) penembakan misterius, penggusuran candi borobudur (dan) prambanan, di Timor Timur, di Madura, (kasus) petani garam Madura, subversi di Madura, penyelewengan pemilu di Madura.

Background pengalaman batin itu (tentu) mempengaruhi saya. Sehingga senjata saya hanya kebenaran moral saja. Kalau saya benar secara moral, kita jalani saja.

Kan tak hanya bapak yang punya perjalanan begitu. Tapi kenapa masyarakat nilai kalau pak Artidjo hakimnya maka vonisnya berat, terutama untuk kasus korupsi?

Saya kembali lagi berdasarkan surat dakwaan. Korupsi itu bingkainya, (hukuman) uang pengganti sebanyak-banyaknya yang diperoleh, (kan kerugian negara) bisa mengalir ke lain. Pidananya, korupsi itu kan beda dengan kejahatan lain, kejahatan luar biasa dan berdampak pada masa depan bangsa dan negara. Dampak (korupsi) sangat terasa. Indonesia yang kaya raya secara natural, tapi rakyatnya banyak yang miskin, ngemis di jalan. Ini kan ironi.

Seharusnya kalau demokrasi jalan, demokrasi ekonomi  juga jalan. Ternyata di tengah jalan ini ada tikusnya yang menggerogoti, sehingga tak sampai terus. Itulah yang disebut korupsi menimbulkan kemiskinan struktural. Jadi kalau orang tak punya jabatan, ketika sistemnya korup meskipun bekerja 24 jam petani tak akan pernah kaya, ada saja mafia (yang korup). (Ada) mafia pupuk, dan sebagainya, daging sapi juga diimpor.

Hukuman yang pasti berat hanya untuk kasus korupsi?

Tidak, (tapi juga untuk kasus) yang berhubungan dengan negara, (dan dilihat) korbannya.

Tapi ada intensi khusus kalau untuk korupsi?

Tidak. Narkoba ada yang vonis mati juga. Pajak juga.

Pajak itu ironi juga. Masak pajak ditransaksionalkan, kamu sekian, perhitungan ini sekian. Saya kira itu kejahatan luar biasa. Pagar makan tanaman. Masak pajak berkompromi dengan pembayar pajak. Saya tinggikan juga itu, banyak juga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com