Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FITRA Rekomendasikan Standarisasi Biaya Pilkada Melalui APBN

Kompas.com - 18/09/2014, 23:18 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), memberikan rekomendasi standarisasi anggaran pemilihan kepala daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemilihan kepala daerah melalui DPRD, dinilai bukan alasan untuk mengubah mekanisme pemilihan seperti dalam rancangan undang-undang pilkada.

"Standarisasi anggaran pilkada, apalagi dengan sistem serentak, bisa menghasilkan efisiensi tanpa menghilangkan pemilu demokratis," ujar Sekjen FITRA Yenny Sucipto, di Seknas FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2014).

Yenny menilai standarisasi dari APBD ke APBN dinilai dapat menghilangkan resiko tumpang-tindih biaya anggaran. Hal itu juga dianggap dapat mengurangi biaya-biaya yang selama ini terjadi pemborosan oleh penyelenggara.

Pengalihan beban biaya pilkada pada APBN, menurut Yenny, menuntut adanya perubahan undang-undang pemerintahan daerah, yaitu Pasal 112 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, biaya pemilihan kepala daerah dibebankan kepada APBD, dan Pasal 114 ayat 5 Undang- Undang No 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu, yaitu pendanaan penyelenggaraan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah wajib dianggarkan dalam APBD.

Yenny mengatakan, usulan mengenai undang-undang tersebut yaitu, penyelenggaraan pilkada dianggarkan melalui APBN. Selain itu, APBD tidak diperkenankan menganggarkan kegiatan terkait penyelenggaraan pilkada.

Selain proses perencanaan anggaran, proses pelaksanaan pilkada juga dianggap perlu mendapat standarisasi. Pertama, perlu dilakukan pembatasan kelompok kerja. Modus ini, kata Yenny, digunakan di beberapa kabupaten kota dalam untuk memperbesar biaya.

"Tidak ada aturan jumlah pokja. Ini tidak pernah dibahas oleh parlemen," kata Yenny.

Kemudian, yang kedua, yaitu dengan mengurangi jumlah petugas KPPS, yang sebelumnya, 7 orang, bisa dikurangi hanya 5 orang saja. Ketiga, standarisasi unit cost. Acuan standar honor yang berbeda-beda, menurut Yenny, berpotensi terjadinya pembiayaan ganda pada KPUD.

Keempat, yaitu dengan mengoptimalisasi jumlah tempat pemungutan suara. Kemudian yang kelima, adalah dengan membentuk dana cadangan.

Menurut Yenny, apabila tetap menggunakan APBD, harus dibuat suatu dana cadangan, minimal dua tahun sebelum pemilihan kepala daerah dilakukan di kabupaten/ kota, sehingga anggaran tidak terkuras untuk belanja pemilu.

Yenny juga mengatakan, anggaran pemilu sebenarnya dapat ditekan melalui pemilu serentak. Dari hasil penghitungan, pemilu serentak dapat mengurangi beban anggaran sebesar 50 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com