Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada, Ahok, dan Cinta Tanah Air

Kompas.com - 12/09/2014, 15:37 WIB


KOMPAS.com
- Isu pemilihan kepala daerah dan mundurnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Partai Gerindra tidak hanya hangat dibicarakan di Indonesia. Di Beijing, Tiongkok, yang terpisah ribuan kilometer jauhnya, kedua isu ini rupanya juga menjadi perhatian para mahasiswa Indonesia di sana.

Dengan teknologi informasi yang kian canggih, tidak sulit bagi mereka untuk mengetahui kedua berita tersebut. Seperti sebagian besar publik di Tanah Air, mereka pun resah, khawatir, demokrasi yang selama ini telah susah payah dibangun justru bergerak mundur.

Kedatangan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ke Tiongkok untuk menemui warga negara Indonesia di Beijing, Rabu (10/9/2014), menjadi kesempatan bagi mereka melampiaskan perasaan dan pikirannya.

"Dengan adanya rencana pilkada tidak langsung oleh DPRD, berarti ada yang mau merebut demokrasi dari rakyat untuk kepentingan sendiri. Nasdem harus memiliki strategi untuk mencegah hal ini,” ujar Ernst Adhikara Chandra, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Beijing.

Mahasiswa Indonesia lainnya, Audi Ghozalli, juga menyatakan kekecewaannya. Apalagi, figur idolanya, Ahok pun mundur dari Gerindra, partai yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Menjawab pertanyaan itu, Surya yang partainya kini masih berada di luar parlemen hanya bisa berharap Rancangan Undang-Undang Pilkada tidak dipaksakan untuk disahkan. ”Perlu ada urun rembuk, membahas bersama lebih dalam, untung-rugi dari setiap mekanisme pilkada, bagi kepentingan nasional,” katanya.

Berada di negeri orang, dan telah tinggal sekian lama di sana, tidak membuat Ernst, Audi, dan banyak warga Indonesia lainnya di Beijing hilang kepedulian akan apa yang terjadi di Tanah Air, apalagi ada kebijakan yang merugikan rakyat. Mereka terus memperjuangkannya melalui setiap tokoh/pejabat yang datang.

”Ini bentuk kecintaan kami pada Tanah Air,” tutur Ernst, yang sudah 10 tahun tinggal di Beijing.

Cinta tak surut

Rasa cinta itu pula yang ditunjukkan sedikitnya 15 warga diaspora Indonesia. Malam itu, mereka yang berusia lebih dari 70 tahun, menyanyikan sejumlah lagu Indonesia, seperti ”Potong Bebek Angsa” dan ”Jayalah Indonesia”. Meski usia sudah lanjut, semangat mereka sama sekali tidak tampak surut.

Mereka adalah bagian dari warga negara Indonesia yang sebelum tragedi 30 September 1965 berada di Tiongkok. Sebagian besar dari mereka sedang mengambil beasiswa di sejumlah perguruan tinggi di sana. Namun, saat peristiwa itu terjadi, banyak yang dikaitkan dengan peristiwa kelam itu sehingga mereka tidak bisa kembali ke Tanah Air. Akhirnya, mereka terpaksa menjadi warga negara Tiongkok.

”Sudah terlalu lama saya tinggal di Tiongkok, tidak bisa lagi kembali tinggal di Indonesia. Meski demikian, saya masih cinta Indonesia. Perasaan itu sulit hilang meski rasanya sedih sekali,” ujar Chen Gang (80), yang sejak 1990 sudah empat kali berkunjung ke Indonesia. (A Ponco Anggoro)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com