Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas: Nazaruddin "Criminal Collaborator", Bukan "Justice Collaborator"

Kompas.com - 11/09/2014, 22:21 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Hambalang dan tindak pidana pencucian uang, Anas Urbaningrum, menilai, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, tidak layak dijadikan justice collaborator atau pihak yang bekerja sama, baik selama proses penyidikan maupun persidangan.

Menurut Anas, Nazaruddin lebih pantas disebut berpartisipasi dalam tindak kejahatan.

"Kalau Nazar itu bukan justice collaborator, melainkan criminal collaborator. Jadi, sangat tidak layak," ujar Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Anas mengatakan, rekam jejak Nazaruddin tidak menunjukkan adanya upaya membela kebenaran dengan bekerja sama dalam persidangan. Ia menilai, apa yang dikatakan jaksa mengenai Nazaruddin dalam berkas tuntutannya tidak benar.

"Dari track record dan dari yang dilakukan, informasinya sampai sekarang masih menjalankan bisnis kotor dari dalam penjara. Jadi, justice collaborator cap apa?" kata Anas.

Dalam pembacaan tuntutan Anas, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap Nazaruddin sebagai pihak yang bekerja sama dengan KPK selama proses penyidikan dan persidangan. Jaksa penuntut umum KPK menilai, keterangan Nazaruddin dalam kesaksiannya dapat mengungkap perkara lain terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. (Baca: Bacakan Tuntutan Anas, Jaksa Sebut Nazaruddin "Justice Collaborator")

Jaksa Yudi Kristiana mengatakan, keterangan yang diberikan Nazaruddin dalam persidangan dapat menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan. Ia menilai, kebenaran dari keterangan Nazaruddin selama persidangan dapat dipertanggungjawabkan, baik atas perkara yang telah diputuskan, maupun yang sedang dalam tahap upaya hukum.

Anas Urbaningrum dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 5 bulan penjara dalam kasus penerimaan gratifikasi proyek Hambalang dan tindak pidana pencucian uang. Anas juga dituntut untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 94.180.050.000 dan 5.261.070 dollar AS.

Dalam kasus ini, Anas dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP. Anas juga dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, serta Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com