JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mendaftarkan permohonan pemanggilan paksa terhadap Kivlan Zen ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pemanggilan Kivlan dilakukan untuk mendapat informasi terkait keberadaan 13 aktivis yang diculik tahun 1997-1998 dan hingga kini belum diketahui keberadaannya.
"Kami menunggu tanggapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Pengungkapan 13 Aktivis yang Masih Dinyatakan Hilang Otto Nur Abdullah, Senin (25/8/2014) di Jakarta.
Otto menuturkan, timnya dibentuk pada 8 Mei 2014 karena ada pengaduan keluarga korban setelah mendengar pernyataan Kivlan di sebuah media televisi. Pada acara itu, Kivlan menyatakan mengetahui keberadaan 13 aktivis yang diculik tersebut.
Menurut Otto, timnya mulai bekerja dengan memanggil Kivlan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap guna menyambung pernyataannya itu. Namun, hingga tiga kali pemanggilan, Kivlan tidak pernah memenuhinya.
Tim dari Komnas HAM ini juga telah meminta Ombusdman RI memfasilitasi pertemuan dengan Kivlan yang diupayakan hingga tiga kali. Namun, pertemuan itu tak dapat dilaksanakan karena Kivlan dan kuasa hukumnya selalu minta jadwal ulang.
Dengan pertimbangan ini, lanjut Otto, timnya lalu mengajukan permohonan pemanggilan paksa ke pengadilan.
Prioritas
Secara terpisah, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, berharap, pemerintahan mendatang menjadikan kerukunan antar-umat beragama, hukum, dan hak asasi manusia sebagai prioritas. Jika tidak ditempatkan sebagai prioritas, dikhawatirkan masalah-masalah itu tidak akan pernah terselesaikan oleh bangsa Indonesia.
Masalah lainnya, lanjut Albert, terkait Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dari DPR. Dua RUU ini dikecam sejumlah pihak hingga pemerintah mendatang diharapkan menariknya dari DPR dan pembahasannya tidak dilanjutkan.
RUU KUHP dan KUHAP diajukan ke DPR oleh pemerintah untuk menggantikan KUHP dan KUHAP yang merupakan peninggalan penjajah Belanda.
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga perlu menyelesaikan kasus kematian wartawan Bernas, Udin.
Masalah lain yang tidak dapat diabaikan adalah pelaksanaan putusan MK tahun 2012 tentang hak masyarakat adat terhadap hutan, ratifikasi Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, serta penyampaian RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ke DPR. (ATO/ONG)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.