Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK: Mengapa Penetapan Rekapitulasi Pilpres 22 Juli?

Kompas.com - 12/08/2014, 16:58 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mempertanyakan penetapan rekapitulasi nasional pemilu presiden yang diumumkan pada 22 Juli 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Pilpres, KPU memiliki waktu paling lama 30 hari setelah pencoblosan pada 9 Juli.

"Waktunya kan 30 hari, kenapa menetapkan rekapitulasi 22 Juli? Itu kan hanya 14 hari dari pencoblosan?" tanya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014) sore.

Hakim Konstitusi Arif Hidayat kemudian menambahkan pertanyaan Patrialis. "Ada waktu 30 hari, tetapi KPU menetapkan dalam 14 hari. Apakah ini KPU sudah dikomunikasikan ke pihak-pihak (pasangan calon)? Karena kalau tidak, ini kan bisa dipermasalahkan," ujarnya.

Dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres Pasal 158 ayat (1) disebutkan, KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pilpres dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh pasangan calon dan Bawaslu.

Dalam ayat (2) disebutkan, penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 30 hari sejak hari pemungutan suara.

Komisioner KPU Idha Budihiarti mengatakan, keputusan penetapan rekapitulasi nasional pada 22 Juli sudah ditetapkan dalam peraturan KPU yang sudah dikonsultasikan kepada peserta pemilu, DPR, dan pemerintah.

"Tidak ada catatan terkait vonis waktu yang kita tetapkan, baik oleh peserta pemilu, DPR, ataupun pemerintah. Oleh karena itu, PKPU ini kami sampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan," ujar Idha.

"Saat itu, bulan Desember 2013, belum ada pasangan calon. Kami hanya mengundang (partai politik) peserta pemilu dan tidak ada keberatan," tambahnya.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta meminta rekapitulasi nasional ditunda pada saat rekapitulasi hampir selesai dan sudah menunjukkan keunggulan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Prabowo-Hatta merasa terjadi banyak kecurangan dalam pelaksanaan pilpres sehingga KPU harus menyelesaikan terlebih dahulu sebelum menetapkan rekapitulasi nasional.

Akhirnya, kubu Prabowo-Hatta memilih walk out dari proses rekapitulasi atas perintah Prabowo (baca: Diperintah Prabowo, Para Saksi "Walk Out" dari Pleno Rekapitulasi KPU).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

Nasional
Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Nasional
“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

Nasional
Perang Terhadap Judi 'Online', Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Perang Terhadap Judi "Online", Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Nasional
Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Nasional
Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Nasional
Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Nasional
KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com