Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pihak Atut Hadirkan Saksi Ahli Bahasa Sunda

Kompas.com - 17/07/2014, 17:53 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim penasihat hukum Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah menghadirkan Ketua Lembaga Akademi Budaya Sunda sebagai saksi ahli bahasa Sunda dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Lebak, Banten.

Saksi bernama Yayat Hendayana itu dihadirkan untuk memberikan pemahaman tentang bahasa Sunda yang kerap digunakan Atut dalam percakapan telepon. Yayat pun mengartikan rekaman pembicaraan telepon antara Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang menggunakan bahasa Sunda.

"Dalam percakapan bahasa Sunda ada penggunaan kata-kata nama diri dan nama panggilan terutama untuk orang yang hubungannya sangat dekat. 'Teh' itu singkatan kata 'teteh' yang artinya lebih tua usianya dari pada si laki-laki," terang Yayat, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/7/2014).

Rekaman pembicaraan yang diperdengarkan di persidangan yaitu saat Atut yang tengah berada di Singapura menelepon Wawan. Yayat menjelaskan, dalam percakapan itu terdapat kata "Kadieu na iraha?" yang disampaikan Atut. Artinya, Atut menanyakan kepada Wawan, kapan akan ke Singapura.

Menurut Yayat, Atut juga tidak fokus dengan kata-kata yang disampaikan Wawan.

"Si perempuan ini kelihatannya tidak mau tahu yang dibicarakan laki-laki. Dia terus pada pokok persoalan yaitu si laki-laki harus datang ke tempat perempuan berada," terang Yayat.

Dalam rekaman pembicaraan yang disadap KPK itu, Wawan mengatakan kepada Atut bahwa ia menerima pesan singkat dari pengacara Susi Tur Andayani. Dalam pesan singkat itu, Susi menyampaikan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, marah-marah terkait pemberian uang untuk sengketa Pilkada Lebak.

Dalam dakwaan, Wawan menyampaikan kepada Susi Tur bahwa ia hanya bersedia menyiapkan uang sebesar Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Akil. Padahal, Akil meminta Rp 3 miliar. Selain itu, Yayat juga mejelaskan kata "sok atuh di-ini-in," yang diucapkan oleh Atut. Menurut Yayat, kalimat tersebut bisa berarti perintah atau selesaikan sesuatu.

Namun, menurut Yayat, dalam intonasi suara Atut, terdengar seperti acuh tak acuh.

"Kalau saya dengar rekaman percakapan, maka saya cenderung intonasi yang disampaikan si perempuan adalah acuh tak acuh. Ini menunjukan kejengkelan pihak perempuan atas yang disampaikan pihak laki-laki secara terus menerus," papar Yayat.

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, Atut menyatakan kalimat tersebut berarti ia meminta Wawan segera ke Singapura. Saat itu, Atut mengaku sedang menjalani perawatan medis di Singapura. Atut membantah kalimatnya itu berarti ia menyetujui pemberian uang untuk Akil terkait sengketa Pilkada Lebak.

Berikut transkrip rekaman pembicaraan yang disadap KPK antara Atut dan Wawan. (A: Atut, W: Wawan):

A: Halo
W: Halo
A: Wan jadi kadieu na iraha?
W: Ini Wawan lagi ngomong sama Susi si Pak Akilnya udah marah, nih bagaimana. Tersinggung mungkin dia perasaannya. Lebak sama ini ni gimana nih? SMS-nya udah nggak enak ke Susi. Susi ngeliatin SMS ke Wawan
A: Hmm
W: Artian merasa dibohongi
A: Enggak Wawan ke sininya kapan
W: Iya, Wawan, kan ngeberesin ini dulu, Teh, mau gimana ini? Si Pak Akil sekarang justru nungguin ini
A: Oh ya, besok ke sini
W: Ya, besok Wawan ke sini, cuma masalah ini gimana ini, cuma kan nanti Wawan...
A: Besok aja Wawannya ke sininya, ya. Teteh, kan soalnya harus...
W: Terus masalah ini gimana
A: Ya, sok deui bisa minjem berapa, ibu?
W: Enggak masalah, ini gimana Wawan ngasihnya? Pusing ini
A: Enya sok atuh, entar di-ini-in, ya Ya udah sok atuh Wawan ini nanti kabarin lagi ya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com