JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3), Ahmad Yani, membantah adanya aturan yang melarang anggota DPR diperiksa dalam tindak pidana tanpa seizin presiden.
Ia menegaskan, kabar mengenai hal itu merupakan isu yang digulirkan untuk memperkeruh suasana.
"Tidak ada aturan seperti itu, isu enggak jelas," kata Yani, saat dihubungi, Jumat (11/7/2014).
Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, yang tertera jelas adalah aturan mengenai anggota DPR yang tak dapat dipidana saat bekerja sesuai tugas dan fungsinya. Di luar itu, semua anggota DPR dapat diperiksa, bahkan ditindak jika melakukan pelanggaran pidana, termasuk tindak pidana korupsi.
"Misalnya, saat mengkritisi pemerintah, anggota DPR enggak bisa dipidana karena ucapannya, selama itu sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kalau melakukan pidana, ya harus ditindak," ucap politisi PPP tersebut.
Ia justru menyayangkan tak terakomodasinya usulan DPR untuk membubarkan Badan Anggaran (Banggar). Padahal, kata Yani, dalam Banggar, ada potensi kuat yang memicu anggota DPR melakukan korupsi. Namun, usulan pembubaran itu belum terealisasi karena pemerintah tak menyetujuinya.
"Bagaimana mau dibubarkan kalau pemerintah tak setuju," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 mengkritisi revisi salah satu pasal UU MD3 yang menyebutkan pemanggilan anggota DPR harus seizin presiden RI. Mereka menilai ketentuan tersebut cenderung membuat anggota DPR sulit disentuh proses hukum. (baca: Revisi UU MD3 Dinilai Persulit Anggota DPR Disentuh Hukum)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.