"Kami sangat kecewa, hakim menolak gugatan dengan alasan bukan kewenangan mereka melainkan kewenangan Bawaslu. Sebetulnya kalau alasan seperti itu, kita bukan kontestan pemilu. Sehingga kalau ada yang keberatan, kita ke PTUN. Tapi hakim berkehendak lain," kata Poengky Indarti, selaku penggugat III, dari Imparsial, usai sidang di PTUN, Jumat siang.
Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Bahrain, menyatakan hal senada. Dia mempertanyakan alasan PTUN yang mempersoalkan masalah kewenangan.
"Kalau untuk kepentingan banyak orang, masa pengadilan mengatakan tidak memiliki kewenangan," ujar Bahrain.
Pihaknya memilih membawa perkara tersebut ke PTUN lantaran menilai Bawaslu tidak memiliki kekuatan untuk mengeksekusi. Dia mencontohkan, beberapa partai dalam pemilu lalu memilih membawa perkaranya ke PTUN dibanding ke Bawaslu.
"Kalau berkaca konteks yang lalu, Bawslu tidak memiliki kekuatan eksekusi, sehingga partai politik mengarahkan ke PTUN. Kami akan melakukan perlawanan hukum untuk diperiksa ulang," ujar Bahrain.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Muhammad Daud Berueh, selaku tim kuasa hukum penggugat menyatakan, hakim telah keliru memutuskan menolak gugatan.
"Karena yang kita ajukan objek sengeta di PTUN karena KPU sebagai lembaga publik," ujar Daud.
Pihaknya menyatakan akan tetap melanjutkan perlawanan hukum kembali atas perkara ini di PTUN. Hakim telah memberikan waktu 14 hari kepada pihak penggugat dan tergugat apabila ada keberatan dari masing-masing pihak.
"Kami berharap PTUN bisa menjadi koreksi terakhir karena KPU sebagai penyelenggara abai terhadap HAM dalam proses penetapan capres dan cawapres. Artinya, tidak melihat track record," ujar Daud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.