JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa kasus dugaan kampanye hitam yang dilaporkan oleh Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) dinilai masih mangkrak di Kepolisian RI. Karena itu, Tim Hukum Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan, mendesak Kepolisian segera memperjelas status penyelidikan kasus-kasus itu.
Trimedya menjelaskan, sampai sekarang sudah ada empat laporan dugaan kampanye hitam yang disampaikan pihaknya ke Kepolisian. Kasus itu, yakni terkait iklan "RIP Jokowi" dan kasus pemalsuan tanda tangan Jokowi yang seolah meminta penundaan pemeriksaan dugaan korupsi pengadaan bus transjakarta.
Lainnya, kasus Tabloid Obor Rakyat dan kasus terkait transkrip yang disebut pembicaraan antara Jaksa Agung Basrief Arief dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Dari empat laporan itu memang polisi terkesan lamban menanganinya. Ada beberapa menurut kami yang sebenarnya tak susah. Misalnya soal iklan RIP, Tabloid Obor, dan kasus tanda tangan palsu," kata Trimedya di Jakarta, Kamis (26/6/2014), seperti dikutip Tribunnews.com.
Trimedya mengatakan, pihaknya menilai pihak kepolisian terlalu normatif dalam melaksanakan kerja penyelidikannya. Misalnya, jika memanggil ahli A, tetapi tak datang, maka seharusnya bisa segera diganti dengan ahli lainnya.
Trimedya memahami, Polri membutuhkan keterangan tambahan dari saksi dan ahli sebelum menyematkan status tersangka kepada seseorang.
"Tapi harus diingat, penanganan perkara ini tak biasa. Karena kasus-kasus ini menyangkut capres. Seharusnya ada tindakan ekstra dari kepolisian. Jangan diperlakukan seperti tindakan ke perkara umum yang biasa," kata anggota Komisi Hukum DPR itu.
Trimedya menambahkan, jika tidak ada tindakan kepada para terduga pelaku, maka tidak akan ada efek jera. Padahal, tindakan para pelaku sangat memengaruhi proses pilpres yang sedang berlangsung.
"Kita senang pernyataan Kapolri (Jenderal Sutarman) cukup bagus soal Tabloid Obor, misalnya. Tapi faktanya sekarang penanganan kasusnya tak berjalan. Si penerbit malah seakan menantang karena sudah merancang edisi terbarunya," papar Trimedya.
Trimedya juga meminta agar semua pihak terkait membantu kepolisian dalam menuntaskan penanganan kasus itu. Misalnya, Dewan Pers, yang menurut Kepolisian RI sudah diminta untuk bersaksi, tetapi batal hadir.
"Kami juga desak Dewan Pers kalau dipanggil polisi juga datang sebagai saksi ahli. Tak perlu datang ke DPR, karena proses penegakan hukum itu di kepolisian. Ini supaya proses penegakan hukum cepat dan tak ada alasan Polri untuk tak segera menindaklanjuti. Kita harap polisi dibantu," pungkas Trimedya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.