"(Pernyataan) itu aneh sekali, kontradiksi. Di satu sisi capresnya ada yang ingin menjadi Soekarno, dan di sisi lain Ketua Tim Pemenangannya justru mengkritik Soekarno," kata Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto di Jakarta, Sabtu (21/6/2014) siang.
Nico juga menilai apa yang disampaikan Mahfud itu sudah diluar konteks. Dia menyesalkan tokoh sekelas Mahfud yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi bisa menarik kesimpulan seperti itu.
"Era Prabowo jelas beda dengan era Soekarno. Kalau mau dikembalikan ke masa lampau yang memang peradaban kita dipenuhi konflik yang macam macam, maka semua pemimpin di masa lampau, apa harus bertanggungjawab dengan kekerasan yang terjadi?" ujar Nico.
"Ucapan itu bagusnya tidak muncul dari Mahfud, presiden pertama kita jelas di eranya akan berhadapan dengan konflik karena saat itu Indonesia belum lama merdeka," tambahnya.
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, jika mau buka-bukaan, maka akan banyak pemimpin Indonesia yang juga terkait pelanggaran HAM. Mulai dari presiden Indonesia pertama Soekarno, Soeharto hingga pemimpin seterusnya, menurut dia harus bertanggung jawab.
"Mari kita mulai dari tahun 1965. Terjadi pelanggaran HAM besar-besaran ketika ratusan ribu orang yang dituding PKI itu dibantai, dan itu yang bertanggung jawab Pak Harto. Sebelum G-30 S PKI terjadi, ada juga pelanggaran HAM. Umat Islam banyak yang dibantai, jenderal-jenderal banyak yang dibantai, itu yang bertanggung jawab adalah Bung Karno sebagai Presiden," kata Mahfud dalam pidatonya di Bengkulu, Jumat (20/6/2012).
Terkait tudingan pelanggaran HAM yang ditujukan kepada Prabowo saat menjabat Danjen Kopassus, Mahfud mengibaratkan hal tersebut sebagai bagian kecil dari sebuah mozaik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.