JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk menggunakan peraturan KPU dalam mekanisme penentuan presiden dan wakil presiden 2014 terpilih melalui peraturan KPU. Dengan demikian, KPU tidak akan meminta penafsiran ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 6A UUD 1945 dan Pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur penentuan presiden dan wakil presiden terpilih.
"Kami tidak menempuh langkah itu (uji tafsir ke MK). Sesuai pandangan KPU, ini problemnya ketidaklengkapan UU dalam menerjemahkan norma konstitusi dan KPU diberi atribusi untuk melengkapi UU dalam peraturan KPU," ujar Komisioner KPU Ida Budhiati di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2014).
Setelah dibahas dalam rapat pleno, KPU memutuskan tidak akan menempuh alternatif meminta bantuan MK untuk menafsirkan konstitusi dan UU Pilpres. Menurut Ida, hal itu diputuskan setelah diskusi dengan pakar hukum, pakar politik, dan penggiat pemilu.
PKPU tentang pemenang pilpres itu akan memuat salah satu dari dua alternatif. Pertama, bila dua syarat yang diperintahkan UU dan konstitusi tidak terpenuhi oleh pasangan capres, dilakukan pilpres putaran kedua yang diikuti pasangan calon yang sama. Alternatif lainnya, kata dia, bila tidak terpenuhi syarat mutlak yang diatur konstitusi dan UU, presiden dan wapres terpilih yang ditetapkan adalah yang yang memperoleh suara terbanyak. Namun, kata Ida, sebelum melakukan perubahan PKPU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pilpres Terpilih 2014, KPU akan mengundang kedua tim pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.