Jika parpol-parpol lain sudah menentukan arah koalisi yang jelas, yakni bergabung poros pendukung Joko Widodo atau poros Prabowo Subianto, hanya Demokrat dan Golkar yang masih bimbang dengan peta politik yang akan dituju.
Ari menyinggung perjalanan rancang bangun koalisi yang dibangun Ical sejak tanggal 10 April hingga sekarang. Ical menemui berbagai tokoh seperti Prabowo, Jokowi, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Demikian juga dengan Demokrat, imbuhnya, akhir pelaksanaan konvensi Capres partai besutan SBY ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang mengejutkan. Dahlan Iskan sang pemenang konvensi malah diterlantarkan.
Elite Demokrat, kata dia, justru ingin memajukan Sri Sultan HB X sebagai capres dan mendorong adik ipar SBY, yakni Pramono sebagai Cawapres.
"Ada semacam hilangnya percaya diri sekaligus kebingungan di tengah makin sendikitnya parpol yang masih berada di luar barisan koalisi," ujar Pengajar program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, seperti dikutip Tribunnews.com.
Lebih lanjut, Ari juga meyakini terjadi friksi di Golkar dan Demokrat soal arah koalisi yang akan ditempuh. Ada sebagian elite Golkar seperti Akbar Tandjung, Luhut Panjaitan, Fadel Muhammad yang cenderung ingin bergabung dengan PDIP. Sementara kubu Ical ingin mematok target tetap menjadi capres.
Sedangkan di kubu partai besutan SBY, ada yang ingin mengikuti jejak partai besan SBY, yakni Partai Amanat Nasional PAN, yang telah berkoalisi dengan Gerindra. Atau memilih oposisi atau membentuk poros baru dengan Golkar.
Menurut Ari, kepastian arah koalisi memang secara resmi akan dikukuhkan di forum Rapimnas yang digelar hari ini. Namun, komunikasi politik terus ditebar dengan intens oleh para elite Demokrat dan Golkar. Baik Golkar atau Demokrat pasti akan menempuh cara yang menguntungkan partainya.
Yang jelas, menurut dia, jika nama Ical dan Pramono akhirnya dimajukan, maka sangat sulit untuk menandingi Prabowo dan Jokowi.
"Akibatnya, lahirnya poros Golkar dan Demokrat hanyalah bentuk "harga diri" masing-masing partai karena lahir dari posisi yang sama-sama saling "kepepet"," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.