Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Mei 1998 Masih Tetap Misteri

Kompas.com - 16/05/2014, 15:14 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi kerusuhan Mei 1998 telah 16 tahun berlalu. Namun, hingga kini, belum ada orang atau pihak yang bertanggung jawab dan diberi hukuman atas kejahatan kemanusiaan yang menewaskan dan melukai banyak warga negara Indonesia, termasuk para perempuan yang menjadi korban pemerkosaan.

”Kini, yang terjadi adalah pembodohan dari penguasa. Orang-orang yang mengetahui sejarah sebenarnya justru menutup mulut. Oleh karena itu, perlu usaha terus-menerus untuk mengungkapnya,” kata Dewi Anggraeni, dalam peluncuran bukunya, Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan, di Toko Buku Gramedia, Jakarta, Rabu (14/5).

Hadir dalam diskusi ini antara lain Komisioner Komisi Nasional Perempuan Andy Yentriyani; Ruyati Darwin yang adalah ibu almarhum Eten Karyana, korban Tragedi Mei 1998; dan wartawan senior harian Kompas, Maria Hartiningsih. Hadir juga sejumlah aktivis perempuan.

ARBAIN RAMBEY Ilustrasi: Kerusuhan Mei 1998

Dalam bukunya tersebut, Dewi Anggraeni mengungkapkan rentetan kekerasan pada Mei 1998. Data menunjukkan bahwa kerusuhan itu direkayasa, bukan terjadi spontan. Warga etnis Tionghoa menjadi sasaran kerusuhan, pembakaran, dan banyak perempuan kelompok ini menjadi korban pemerkosaan.

Ratusan warga lain, terutama kaum tak mampu, juga tewas dalam bangunan yang sengaja dibakar. Mereka lalu disebut sebagai ”penjarah” sehingga disisihkan masyarakat.

Setelah peristiwa itu, para perempuan korban kekerasan dan pemerkosaan cenderung mengundurkan diri dari publik, menutup diri, dan putus asa. Kondisi tersebut mendorong kelompok-kelompok masyarakat sipil, sebagian tergabung dalam organisasi perempuan, meminta negara untuk membongkar kasus ini, memproses hukum, dan menjerat orang atau pihak-pihak yang bertanggung jawab. Gerakan itu lalu melahirkan Komnas Perempuan.

”Kita harus terus berjuang untuk menemukan keadilan bagi para korban. Saya optimistis dan kita tak boleh meninggalkan jalur ini. Kita desak negara untuk memberikan pengakuan bahwa semua ini terjadi dan bagaimana terjadinya,” kata Dewi.

Keadilan

Dalam tanya-jawab, Ruyati Darwin berkisah tentang anaknya, Eten Karyana, yang menjadi korban pembakaran di Yogya Plaza di Klender. Ruyati hanya menemukan abu serta dompet dan KTP anaknya. Hingga 16 tahun berlalu, dia belum mendapatkan penjelasan yang sebenarnya terjadi saat itu.

”Mengapa nyawa anak saya direnggut begitu saja, juga ratusan nyawa di Plaza Klender. Mengapa itu terjadi?” ujar Ruyati.

Andy Yentriyani menegaskan, para perempuan korban pemerkosaan harus memperoleh keadilan. Akibat terluka dan tertekan, mereka cenderung tidak mau muncul ke publik. Oleh karena itu, kelompok masyarakat sipil harus tampil memperjuangkan keadilan bagi mereka.

Salah satu cara untuk memperjuangkan keadilan para korban adalah dengan mengakui peristiwa tersebut. Untuk itu, Komnas Perempuan tengah menyiapkan prasasti Tragedi Mei 1998 di Tempat Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta. ”Itu penanda bahwa tragedi ini terjadi. Nanti akan diresmikan 18 Mei 2014,” kata Andy.

Menurut Maria Hartiningsih, Tragedi Mei 1998 masih misterius. Oleh karena itu, perlu terus dikaji dan digali agar bisa diungkap bagaimana peristiwa sebenarnya. (IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com