Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: KPU Dapat Dipidana Jika Pleno Penetapan Hasil Pemilu Molor

Kompas.com - 07/05/2014, 13:55 WIB


KUPANG, KOMPAS.com
- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Johanes Tuba Helan mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dipidana jika Pleno Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional melewati batas waktu yang ditentukan.

"Undang-undang sudah mengatur secara jelas dan tegas tentang tahapan pemilu. Kalau KPU melanggar, maka konsekuensinya adalah bisa dipidana," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Rabu (7/5/2014), seperti dikutip dari Antara menyikapikemungkinan molornya Pleno Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional.

Selain sanksi pidana, kata mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu, keterlambatan melaksanakan tahapan pemilu juga akan berdampak luas terhadap kepastian pelaksanaan tahapan pemilu berikutnya.

Dia menjelaskan, dalam Pasal 319 Undang-Undang No 8 Tahun 2012 menyebutkan, "Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)."

Johanes Tuba Helan mengatakan, sesungguhnya Pleno Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional sudah harus berakhir pada 6 Mei 2014. Jadwal ini tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Legislatif bahwa KPU menetapkan rekapitulasi dari seluruh wilayah di Tanah Air harus selesai 6 Mei.

Artinya, sudah ada perpanjangan waktu, sehingga jika sampai dengan batas waktu 9 Mei nanti pleno juga belum rampung, kata dia, maka partai politik yang merasa dirugikan dapat menempuh jalur hukum untuk mengadili penyelenggara.

Padangan yang hampir sama disampaikan Pengamat Hukum Pidana dari Undana, Nikolaus Pira Bunga. Ia berpendapat, KPU tentu akan berupaya menyelesaikan pleno paling lambat 9 Mei karena ada konsekuensi hukum di depan mata.

"Penyelenggara tahu ada konsekuensi hukum dan mereka tentu akan bekerja maksimal untuk menghindari masalah hukum yang akan dihadapi," ucap Pira Bunga.

Seperti diberitakan, hingga Selasa (6/5) malam, rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional baru mengesahkan rekapitulasi untuk 13 provinsi dari total 33 provinsi.

Ke-13 provinsi yang rekapitulasinya sudah disahkan adalah Bangka Belitung, Banten, Jambi, Gorontalo, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. KPU tetap optimistis bisa menetapkan hasil Pemilu Legislatif 2014 secara nasional pada 9 Mei.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com