Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut Ada Mafia Diat Satinah, Maftuh Merasa Terhina

Kompas.com - 15/04/2014, 16:33 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua tim lobi kasus Satinah, Maftuh Basyuni, membantah adanya permainan mafia dalam upaya pembebasan Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi. Maftuh meminta agar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono yang pertama kali melontarkan isu itu agar membuktikannya kepada publik.

"Tanyakan saja ke Menko Kesra. Kalau sampai disebut mafia, saya terhina karena saya yang ada di lapangan. Kalau memang ada, ya buktikan, gombal namanya kalau tidak ada," ujar Maftuh seusai jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Maftuh mengatakan, bertambahnya diat yang dimintakan pihak keluarga adalah dampak gencarnya pemberitaan soal Satinah di Indonesia. Pihak keluarga korban merasa sakit hati, apalagi Satinah dianggap sebagai pahlawan. Maftuh pun menyatakan dirinya siap berdebat dengan Agung Laksono soal diat untuk Satinah.

"Mumpung masih hangat, masih hidup, saya siap dikonfrontasi dengan siapa pun juga," imbuh Maftuh.

Pemerintah Indonesia dengan keluarga korban akhirnya sepakat pembayaran diat sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp 21 miliar. Dengan pembayaran diat itu, menurut pemerintah, Satinah akan menghirup udara bebas dalam 1-2 bulan.

Agung pernah menengarai ada oknum yang ingin mengambil keuntungan dalam kasus pembayaran diat untuk Satinah. Agung menjelaskan, sejak awal, pemerintah berkomitmen membantu Satinah dengan membayar uang diat sebesar Rp 12 miliar. Namun, pemerintah kaget ketika tuntutan diat bertambah jadi Rp 26 miliar.

Sebelum pembayaran diat, SBY sudah tiga kali menulis surat permohonan kepada Raja Arab Saudi sehingga hukuman Satinah diringankan dari hukuman mati mutlak menjadi hukuman mati dengan qishas, dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran diat.

Selain itu, tenggat waktu vonis mati Satinah pada Agustus 2011 sempat diperpanjang hingga lima kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014, dan 5 April 2014, hingga akhirnya dibatalkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com