Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sefti Kecewa Hukuman Fathanah Diperberat Jadi 16 Tahun

Kompas.com - 31/03/2014, 15:37 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Sefti Sanustika merasa sedih sekaligus kecewa karena hukuman suaminya Ahmad Fathanah diperberat jadi 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Sebelumnya, Fathanah divonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Ya, kesel, kesel, kesel," ujar Sefti seusai menjenguk Fathanah di Rumah Tahanan (rutan) KPK, Jakarta, Senin (31/3/2014).

Pelantun lagu dangdut "Papa Kini Sendiri" itu kecewa karena Fathanah tak dapat segera berkumpul dengan buah hati mereka. Namun, Sefti mengaku tak bisa berbuat banyak untuk suaminya. Ia pun pasrah dengan keputusan pengadilan. "Ya sabar aja lah, berdoa. Jelas sedih, kecewa, cuma mau gimana lagi, keputusannya sudah seperti itu," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Fathanah yang merupakan orang dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, hukumannya diperberat menjadi 16 tahun penjara dan didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Putusan ini merupakan hasil upaya banding yang diajukan Fathanah dan diikuti tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang terdiri dari Achmad Sobari, Elang Prakoso Wibowo, Roki Panjaitan, HM As'Adi Alma'ruf, dan Sudiro dalam persidangan yang berlangsung 19 Maret 2014. Sidang itu tak dihadiri Fathanah.

Menurut majelis hakim PT DKI Jakarta, Fathanah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait kuota impor daging sapi. Kesimpulan majelis hakim PT DKI ini sama dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dibacakan 4 September 2013. Majelis hakim Pengadilan Tipikor menilai Fathanah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 Huruf a Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua yang memuat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Fathanah dianggap terbukti bersama-sama Luthfi menerima uang Rp 1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Fathanah juga terbukti membayarkan, mentransfer, membelanjakan, dan menukarkan mata uang dengan menggunakan dua rekeningnya dan uang tunai dengan seluruh transaksi mencapai Rp 38,709 miliar pada Januari 2011-2013. Namun, Fathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan ketiga, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com