"PDI-P tetap ingin 20 persen (perolehan kursi DPR) bahkan kalau lebih tinggi lebih bagus," ujar Helmy, Rabu (19/3/2014). Jika syarat minimal tersebut dihapuskan, menurut dia, akan terjadi pelemahan atas upaya penguatan sistem presidensial maupun partai politik. Kalaupun tak ada partai politik meraup suara melebihi batas minimal itu, menurut dia, akan ada keputusan politik berupa pembentukan koalisi.
Helmy menjelaskan, ambang batas yang tertera di dalam UU Pemilu Presiden merupakan salah satu cara untuk membangun koalisi pemerintahan yang kuat di pemerintahan. Bila setiap partai politik tanpa batasan dukungan dapat mengusung calon presiden, ujar dia, dampaknya akan meluas termasuk ke sistem legislasi.
“Ini yang harus kita cermati. Kalau hanya dengan satu persen bisa mencalonkan jadi presiden atau parlemennya sendiri kekuatannya hanya 1 persen, itu akan jadi berantakan,” ujar Helmy. Menurut dia, dukungan minimal tersebut juga merupakan indikator keseriusan partai politik mengikuti pemilu.
Partai yang serius, ujar Helmy, akan berusaha semaksimal mungkin mendapatkan dukungan suara untuk memenuhi target yang ditentukan. “Kenapa ada threshold, karena kita ingin melakukan penyederhanaan parpol secara natural. Kalau kemudian tidak ada maka setiap orang, setiap saat parpol bertambah lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengajukan permohonan uji materi UU Pilpres. Dia mengajukan uji materi Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112. Inti gugatan Yusril adalah meminta penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2014 dilakukan serentak atau tak ada lagi presidential threshold sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Terkait syarat minimal dukungan pencalonan presiden dan wakil presiden, UU Pemilu Presiden mensyaratkan perolehan 25 persen suara sah atau 20 persen kursi di DPR untuk partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakilnya.
Mahkamah Konstitusi menjadwalkan sidang pembacaan putusan uji materi UU Pilpres yang diajukan Yusril, Kamis (20/3/2014). Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, pengambilan keputusan uji materi tak melalui sidang pleno hakim.
Selain itu, Hamdan menambahkan, MK tidak mendengarkan keterangan dari pemerintah, DPR, MPR, maupun ahli untuk memutus uji materi ini. Menurutnya, uji materi yang diajukan Yusril bukanlah perkara gugatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.