Gayus menjelaskan, iPod dikirim dari AS ke Indonesia melalui Singapura ke rumah mempelai pria, Rizky Wibowo, yang beralamat di Jalan Kertajaya Indah Timur Nomor 5, Surabaya, Jawa Timur.
Berdasarkan kuitansi tersebut, lanjut Gayus, total keseluruhan iPod yang dipesan berjumlah 2.500 dengan variasi dua warna, yaitu perak dan merah. Harga pembelian berbeda dengan harga pasaran di Indonesia.
"Harga di pasaran Rp 600-700.000. Kalau jumlah banyak ada diskon yang cukup besar. Kami berpedoman yang dibeli Rp 480.000 tadi," katanya.
Saat ditanya tentang dikenakannya pajak bea dan cukai atas pembelian ribuan iPod itu, dia mengaku akan menyerahkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penelusuran.
"Kami hanya mengatakan berdasarkan apa yang tertera. Ini copy-nya menunjukkan fakta-fakta. Menelusuri pajak-pajak bukan kewenangan MA," kata Gayus.
Berdasarkan rapat hakim, lanjut Gayus, diputuskan bahwa suvenir tersebut tidak berkaitan dengan gratifikasi. Hal itu berdasarkan peraturan bersama yang disusun antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Bunyi Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung-Komisi Yudisial (SKB MA-KY) butir 2.2 jo SK KMA No 215/KMA/SK/XIII/2007 Pasal 6 Ayat 3 huruf q, hakim dilarang menerima hadiah di atas Rp 500.000.
Butir tersebut berbunyi, "Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi Rp 500.000. Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi."