Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Lain Istana, Melihat Realitas Berlapis-lapis

Kompas.com - 08/03/2014, 08:58 WIB

KOMPAS.com
- Ada yang menyegarkan di tahun politik ini. Di tengah situasi ketika banyak orang Indonesia sok waswas dan sok curiga karena mengkhawatirkan manuver politik lawan, muncul buku kumpulan artikel Sisi Lain Istana: Dari Zaman Bung Karno sampai SBY, Jumat (7/3), di Bentara Budaya Jakarta.
 
Berisikan 60 artikel karya wartawan Kompas, J Osdar, buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas itu mengingatkan dunia politik dan kekuasaan tak seseram yang kerap dibayangkan. Istana, tempat presiden bekerja dan tidur, sering kali menggelikan, tidak seangker yang dibayangkan orang.

Osdar rasanya adalah satu dari segelintir wartawan yang memiliki otoritas kuat untuk memotret kehidupan Istana dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ia bertugas meliput di Istana sejak Presiden Soeharto muda hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakhiri periode keduanya.

Gaya pribadi penulis yang penuh humor tampil sangat kuat mewarnai tulisan-tulisannya di rubrik Sisi Lain Istana yang mulai dibuat di harian Kompas pada 2010. Warna ini diperdalam dengan kelebihannya, yang tak dimiliki wartawan muda, membandingkan satu presiden dengan presiden lainnya, satu era dengan era lainnya.

Dalam tulisan berjudul ”Gaya Para Presiden Hadapi Unjuk Rasa”, misalnya. Ada cerita bagaimana aktivis Hariman Siregar dan teman-temannya diterima Presiden Soeharto pada 1978. Setelah marah-marah kepada Soeharto, para mahasiswa minta tanda tangan dan berfoto bersama Soeharto. Ada pula presiden yang memilih tidak berhadapan langsung dengan pengunjuk rasa dan memilih menjelaskan program pemerintah. Komparasi aktor sejarah semacam ini merupakan salah satu kekuatan artikel Sisi Lain Istana. Pesan bisa diberikan lewat perbandingan.

Namun, di tengah kepenatan hidup sehari-hari, tidak baik jika tulisan di koran hanya berisikan pesan yang bersifat menghakimi dan menggurui. Kekuatan tulisan Sisi Lain Istana adalah bersifat menghibur.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut, ciri tulisan Osdar pertama-tama adalah menghibur. Setelah itu, memberikan informasi. ”Lalu sinis. Kadang-kadang, ya, banyak juga (sinisnya),” ujar Kalla yang hadir dalam peluncuran buku.

Pernyataan Kalla ini membuat orang yang menghadiri peluncuran buku, antara lain Menteri Perdagangan M Lutfi, tertawa terbahak-bahak. Kali ini giliran Osdar yang disindir Kalla.

Ciri menghibur itu muncul dalam tulisan ”Asmara Sang Gubernur Jenderal untuk Pemijat” dan ”Asmara Pun Bersemi di Istana Presiden”. Tulisan ”Asmara Sang Gubernur Jenderal untuk Pemijat” mengutip kisah cinta Gubernur Jenderal Baron van Imhoff dengan tukang pijat cantik pribumi di Istana Cipanas. Tulisan itu sebenarnya dilatarbelakangi keikutsertaan penulis dalam acara kumpul-kumpul yang diadakan Sekretariat Wapres pada 2012. Ia lantas mendeskripsikan dua perempuan wartawan Istana yang cantik dan bernyanyi.

Kesukaan penulis memasukkan wartawan Istana ke dalam tulisan sudah sangat dimaklumi. Kerap para wartawan Istana sering bergurau, ”Wah, nanti kata-kata kita ini dikutip Pak Osdar, masuk Kompas lho.”

 
Dekonstruksi Istana

Karakter tulisan Sisi Lain Istana yang riang terasa dalam peluncuran buku. Dipandu pengamat politik Sukardi Rinakit, acara berlangsung santai, penuh hiburan, dan banyak nyanyi-nyanyi. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa tertawa sepanjang acara.

Saat didaulat memberikan penilaian mengenai tulisan Sisi Lain Istana, Daniel menyatakan, ”Pak Osdar berhasil mendekonstruksi pagar Istana yang pisahkan (Istana) dengan rakyat. Pagar yang dingin,” paparnya.

Bahkan, menurut Daniel, tulisan Sisi Lain Istana juga mendekonstruksi penghuni Istana. ”Ia mendekonstruksi penghuni Istana yang kadang-kadang dilihat satu tingkat di atas manusia,” ungkapnya.

Dari kacamata penulis, drama politik para aktor sejarah memang terasa jadi sederhana, tidak muluk-muluk. Tulisan ”Juli, Bulan Dekrit, Gus Dur Mundur” mengungkap alasan mengapa presiden ke-4 RI itu mengenakan celana pendek ketika melambaikan tangan kepada massa di seberang Istana Merdeka, Juli 2001. Lambaian tangan yang pertama ketika Gus Dur memakai pakaian lengkap belum sempat dilihat wartawan sehingga perlu diulang. Sayangnya, Gus Dur sudah berganti celana pendek dan Gus Dur tidak keberatan mengulang lambaian tangan memakai celana pendek.

Tulisan, bagaimanapun, pada akhirnya adalah cerminan penulis. Cerita yang mungkin menggambarkan ”sisi lain” penulis terlihat pada tulisan ”Aroma Bung Karno”. Di situ diceritakan ada wartawan memakai parfum kesukaan almarhum Bung Karno karena sebelumnya ia melihat Dewi Soekarno yang cantik sibuk mencium-cium mencari asal aroma khas Bung Karno. ”Ini sisi lain Osdar,” kata Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun saat memberikan sambutan.

Bagaimanapun, seorang wartawan Istana, apalagi dengan jam terbang seperti Osdar, memiliki banyak rahasia yang tak terkatakan. Rahasia ini tidak bisa disampaikan kepada media tempatnya berkarya. Sebaliknya, ada pula rahasia yang tidak bisa diutarakan kepada penghuni Istana. Situasi ”tarik-menarik” ini tampaknya menjadi kekhasan wartawan di Istana.

Tidak mengherankan, ketika membaca tulisan Sisi Lain Istana, terasa ada sesuatu yang hendak dikatakan, tetapi sekaligus hendak ditutup rapat-rapat.

Maka, tepat gambaran Rikard dalam pengantar buku Sisi Lain Istana, ”Tidak selamanya di balik terang ada gelap, atau sebaliknya. Dalam realitas yang berlapis-lapis, bisa terjadi di balik terang ada terang, dan di balik gelap ada gelap. Lebih-lebih lagi dalam kenyataan, terkadang tidak ada persoalan yang serumit atau seserius seperti dibayangkan atau dituturkan. Juga tidak ada persoalan sesederhana seperti diasumsikan.” (A Tomy Trinugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com