Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPK: Meski dengan Sebelah Kaki Pun, Kita Tetap Berjalan

Kompas.com - 20/02/2014, 08:44 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyatakan, konsentrasi lembaganya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak akan terpecah meskipun ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk melemahkan KPK, di antaranya melalui sejumlah poin dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Kita tetap berjalan on the track (dalam jalurnya). Kalau ada orang berkepentingan untuk memotong sebelah kaki KPK sehingga KPK lari tertatih, Insya Allah kita tetap berjalan dengan sebelah kaki," kata Abraham dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (19/2/2014) malam.

Hadir pula dalam jumpa pers tersebut Wakil Ketua KPK Zulkarnain dan Juru Bicara KPK Johan Budi. Abraham meminta masyarakat untuk tidak khawatir upaya pemberantasan korupsi oleh KPK akan mandek jika RUU KUHP dan KUHAP itu disahkan DPR nantinya.

"Posisi KPK selain mempersoalkan RUU ini, kita tetap konsisten, tugas pokok kita, yaitu pemberantasan korupsi, penyelidikan, penyidikan, proses sampai pengadilan, kita tidak terpecah karena sudah ada bagian-bagian yang didistribusikan untuk menangani unit-unit tertentu. Tidak usah khawatir upaya bongkar korupsi tidak berjalan," tuturnya.

Terkait penolakan atas pembahasan RUU KUHP dan KUHAP ini, KPK telah mengirimkan surat kepada Presiden, pimpinan DPR, dan ketua panitia kerja (panja) pembahasan RUU KUHP/KUHAP di DPR. Dalam surat tersebut, KPK merekomendasikan empat hal, yakni penundaan pembahasan dua RUU tersebut, mengeluarkan delik korupsi dan delik kejahatan luar biasa lainnya dalam RUU KUHP sehingga delik korupsi diatur dalam undang-undang tersendiri yang lex specialis, mendahulukan pembahasan RUU KUHP sebagai hukum materiil sebelum membahas RUU KUHAP yang merupakan hukum formal, dan memberikan masa transisi tiga tahun untuk pemberlakuan RUU tersebut nantinya.

Abraham juga mengatakan, KPK akan mempersilakan DPR dan pemerintah melanjutkan pembahasan dua RUU ini seandainya delik korupsi tidak dimasukkan dalam RUU KUHP. KPK, lanjut Abraham, baru mengetahui kalau delik korupsi dileburkan dalam RUU KUHP sekitar April 2013.

"Seandainya tipikor tidak dimasukkan, kita persilakan DPR dan pemerintah melanjutkan pembahasan undang-undang ini, tapi karena dimasukkan, kita ingin beri pemahaman kepada pemerintah dan DPR, ada potensi bahaya kalau tetap dilanjutkan ini, makanya kita minta ditunda, kalau mau lanjut sebaiknya delik korupsi dikeluarkan," tutur Abraham.

Kini, menurut Abraham, KPK tinggal menunggu respons pemerintah dan DPR atas rekomendasi yang disampaikan KPK melalui surat tersebut. Jika pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tetap dilanjutkan, katanya, hal ini berarti pemerintah dan DPR tidak memiliki political will dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Di sini kita bisa menilai pemerintah dan DPR. Kalau misalnya pemerintah dan DPR tetap ngotot membahas, maka itu bisa kita artikan pemerintah dan DPR tidak punya political will dalam pemeberantasan korupsi," ucap Abraham.

Senada dengan Abraham, Zulkarnain menyatakan, dimasukkannya delik korupsi ke dalam KUHP merupakan suatu kemunduran. Pasalnya, sebelum ini delik korupsi sengaja dikeluarkan dari KUHP karena dianggap sebagai tindak pidana luar biasa.

"Dulu bagian tindak pidana korupsi dari KUHP dikeluarkan menjadi tindak pidana khusus, jadi tipikor seperti suap-menyuap dan lain-lain, hukuman diperberat, cakupan diperluas, pembuktian diperkuat, ada pembuktian terbalik dan terbatas, kalau dikembalikan ke KUHP berarti mundur dari sisi perundangan," tutur Zulkarnain.

Apalagi, lanjutnya, saat ini tindak pidana korupsi di Indonesia berkembang masif. Hal itu, katanya, bisa dilihat dari perkara-perkara yang ditangani KPK dengan modus yang semakin canggih dan nekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com