Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surati Presiden, KPK Minta Pembahasan RUU KUHP/KUHAP Dihentikan

Kompas.com - 19/02/2014, 13:30 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, serta Ketua Panitia Kerja (Panja) Pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Rabu (19/2/2014). Surat tersebut berisi permintaan KPK agar pembahasan dua RUU tersebut dihentikan.

"Barusan surat untuk Presiden, pimpinan DPR, dan panja DPR dikirim," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, surat tersebut berisi dua lampiran dan satu pengantar. Dalam bagian pengantar, dijelaskan posisi KPK terhadap revisi KUHP dan KUHP.

"Usulan KPK, kemudian materi eksekutifnya lalu yang disampaikan teman-teman media soal opini," kata Bambang.

Beberapa hari lalu, Bambang mengatakan, KPK mengusulkan agar RUU KUHP/KUHAP dibahas anggota DPR periode baru, yakni periode 2014-2019. Dia menilai, pembahasan RUU KUHP dan KUHAP oleh anggota DPR periode saat ini tidak akan efektif, mengingat masa kerja para anggota Dewan yang akan berakhir dalam bebeberapa bulan ke depan. Padahal, menurut dia, daftar inventarisasi masalah terkait RUU KUHP dan KUHAP cukup banyak.

"Ada berbagai masalah sesuai kajian KPK dalam KUHP dan KUHAP, padahal perlu pembahasan tuntas dan mendalam. Dalam waktu di bawah 100 hari kerja, itu tidak mungkin dapat dilakukan," katanya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Anti Korupsi dan Reformasi Hukum mengindentifikasi 12 poin RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan KPK. Kedua belas poin itu adalah dihapuskannya ketentuan penyelidikan; KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP; penghentian penuntutan suatu perkara; tidak adanya kewenangan memperpanjang penahanan dalam tahap penyidikan; masa penahanan tersangka lebih singkat; hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik; penyitaan harus mendapat izin hakim; penyadapan harus mendapat izin hakim; penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim; putusan bebas tidak dapat dikasasi di Mahkamah Agung; putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi; serta ketentuan pembuktian terbalik yang tidak diatur dalam KUHAP.

Terkait pembahasan KUHAP, Bambang pernah menyatakan permintaannya agar DPR menghentikan pembahasan RUU tersebut. RUU KUHAP dan KUHP diserahkan Kementerian Hukum dan HAM kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. Kedua draf regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.

Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, dengan 26 anggota dari sejumlah fraksi. Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK, untuk membahas RUU KUHAP.

Aziz mengaku mendukung penghentian pembahasan RUU tersebut lantaran Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang mengajukan draf RUU masih berselisih paham dengan para pemangku kepentingan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com