Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Serentak 2019, Partai Kecil "Putar Otak" untuk Usung Capres

Kompas.com - 25/01/2014, 10:34 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilu serentak yang baru dimulai pada 2019 membuat partai-partai kecil terjepit dan semakin kecil kesempatannya mengusung calon presiden. Pasalnya, ambang batas untuk mengusung capres (presidential threshold) masih berlaku di 2014. Diprediksi, tak banyak partai yang mampu memenuhi ambang batas tersebut.

Peneliti senior Founding Fathers Hous (FFH) Dian Permata mengatakan, partai politik peserta Pemilu 2014 harus memutar otak untuk memenuhi syarat pengusungan capres-cawapres. Pascaputusan MK yang menyatakan pemilu serentak baru dimulai di 2019, makaPemilihan Presiden 2014 tetap berpegang pada UU Pilpres yang mensyaratkan 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional untuk mengusung capres-cawapres.

"Maka mau tidak mau, partai yang perolehan suaranya tidak mencapai ambang batas minimal harus ijab kabul, harus kawin (koalisi) jika ingin mengajukan capres dan cawapresnya," kata Dian,  Sabtu (25/1/2014).

Dian mengatakan, dalam survei yang dilakukan lembaganya,  PKS, PAN, PPP, PKB, Nasdem, Hanura, PBB, dan PKPI masuk dalam kategori partai yang elektabilitasnya kurang dari 15 persen. Hal ini, katanya, akan memaksa partai-partai tersebut melakukan koalisi yang terdiri dari dua hingga lima parpol untuk memenuhi syarat pengajuan capres-cawapres.

Idealnya, kata Dian, pada Februari 2014 nanti, banyak parpol yang akan melakukan pendekatan politik atau lobi yang lebih intens untuk menghadapi Pemilihan Presiden. Kemudian, pada Maret 2014, Dian memprediksi akan ada beberapa parpol yang secara resmi mendeklarasikan koalisinya.

"Apabila dilakukan setelah Pileg 2014 maka aroma transaksional begitu kentara. Karena, posisi tawar masing-masing parpol sudah berbeda dan berdasarkan perolehan suara," katanya.

Secara terpisah, pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi mengungkapkan hal yang sama. Ia mengatakan, putusan MK tentang pemilu serentak yang akan diterapkan tahun 2019 hanya menguntungkan partai besar.

"Partai kecil akhirnya mengikuti logika koalisi yang dikedepankan partai besar. Ini juga persoalan, karena menutup munculnya capres alternatif," katanya.

Pemilu serentak

Seperti diberitakan, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan di 2014, menurut MK, pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2009 yang berlangsung tidak serentak dan sistemnya akan diulangi Pemilu 2014 tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Hanya, dengan keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pilpres dan pileg secara serentak.

Dengan putusan MK itu, maka syarat pengusungan capres-cawapres pada Pilpres 2014 tetap berpegang pada UU Pilpres, yakni 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. Jika tak cukup, parpol mesti berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com