Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Tudingan Fitnah terhadap SBY

Kompas.com - 23/01/2014, 17:33 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam beberapa waktu terakhir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya dituding terlibat sejumlah skandal kasus dugaan korupsi yang saat ini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketua tim advokat dan konsultan hukum keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer Situmorang, menyatakan, setidaknya ada tiga tudingan tak mendasar yang telah dilancarkan kepada SBY.

Apa sajakah tudingan tersebut?

Tudingan pertama dilontarkan aktivis Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono, melalui situs microblogging Kompasiana. Di dalam situs tersebut, Sri Mulyono membuat tulisan berjudul "Kejarlah Daku, Kau Terungkap" untuk menanggapi permintaan SBY kepada KPK untuk segera menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.

"Di dalam dialog terbuka di salah satu media televisi, Sri Mulyono mengakui bahwa tulisan tersebut merupakan kesimpulan dan penafsiran politis pribadinya," kata Palmer di dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/1/2014).

Tudingan kedua terkait adanya gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono dengan kasus bail out Bank Century. Tudingan tersebut disampaikan oleh mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli. Palmer menjelaskan, pengambilan keputusan bail out Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan terjadi pada 20-21 November 2008, sedangkan survei terkait cawapres yang bakal mendampingi SBY pada Pemilu 2009 dilakukan pada kurun waktu 27 April–4 Mei 2009.

Survei yang dilakukan sebanyak dua kali itu memunculkan nama Boediono sebagai nama yang paling diinginkan publik untuk mendampingi SBY. "Kami sudah melayangkan somasi kepada saudara Rizal Ramli yang menuding gratifikasi jabatan wapres pada pernyataannya di salah satu media televisi nasional," ujarnya.

Terakhir, kata Palmer, ia meminta klarifikasi kepada Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah terkait artikel di sebuah media nasional pada 15 Januari 2014. Di dalam artikel yang berjudul "Segera Periksa Ibas" itu Fahri menyatakan bahwa dalam kasus Hambalang, sudah jelas banyak terdakwa yang menyebutkan Ibas menerima uang dari proyek tersebut. Namun, hingga saat ini, tidak ada pemanggilan dari KPK.

Pernyataan Fahri itu dilontarkan setelah pemberitaan yang menyebutkan anak kedua SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, diduga menerima uang 200 ribu dollar AS terkait proyek Hambalang dari Yulianis.

"Perlu kami tegaskan, bahwa sampai saat ini tidak ada bukti pernyataan terdakwa yang mengatakan bahwa Ibas menerima dana dari proyek Hambalang. Bahkan, saksi Yulianis dalam persidangan terdakwa Nazaruddin mengatakan bahwa dirinya tidak pernah memberikan uang kepada Ibas," katanya.

Palmer mengatakan, tudingan yang disampaikan oleh ketiga orang tersebut berpotensi menimbulkan fitnah jika tidak dilampirkan bukti yang cukup kuat. "Kami pastikan bahwa ketiga tudingan itu sama sekali tidak benar dan tidak mendasar. Kami minta para pihak yang melontarkan pernyataan tersebut melakukan klarifikasi dan menyerahkan bukti," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com